Bayi 16 Bulan di Gaza Lumpuh Akibat Bom Israel

Pecahan peluru akibat serangan udara Israel telah bersarang di sumsum tulang belakang

www.infopalestina.com
Pecahan peluru akibat serangan udara Israel telah bersarang di sumsum tulang belakang bayi 16 bulan
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, DEIR AL-BALAH -- Sekitar jam empat pagi pada suatu malam di pekan kedua pengeboman Israel di Gaza, Yasmeen Joudah terbangun karena ponselnya berdering tanpa henti. Dia terkejut dan menyadari bahwa orang-orang menelepon untuk menyampaikan belasungkawa atas pembunuhan seluruh keluarganya akibat bom Israel.

Karena ketakutan, Yasmeen berlari melewati jalan-jalan menjelang fajar menuju tempat rumah orang tuanya yang sudah hancur. Dia mengais-ngais beton yang hancur dengan tangan kosong untuk mencari orang tua dan keluarganya.

Keluarga Joudah sedang tertidur ketika sebuah rudal Israel menargetkan rumah empat lantai mereka. Serangan biadab itu mengubur puluhan keluarga Joudah di bawah reruntuhan. Yasmeen melihat sekeliling tanpa daya ketika jasad demi jasad ditarik keluar dari bawah reruntuhan.

Keponakan Yasmeen yang berusia 16 bulan, Melissa terdiam ketika berhasil dievakuasi dari reruntuhan. Semua orang mengira Melisa sudah mati. Bayi yang berusia 16 bulan, putri saudara perempuannya yang ceria dan baru saja mengambil langkah pertamanya beberapa minggu sebelumnya ternyata masih bernapas.

Pecahan peluru akibat serangan udara Israel telah bersarang di sumsum tulang belakang Melissa, hingga melumpuhkannya dari dada ke bawah. Melisa baru belajar berjalan, kini dia tidak bisa lagi berjalan.

“Semua orang telah pergi. Kelima saudara saya meninggal. Ibu saya. Kedua bibi saya. Anak perempuan mereka, anak laki-laki mereka. Kakak ipar saya. Saya ingin mereka kembali. Bawa mereka kembali," ujar Yasmeen sambil menangis, dilansir Aljazirah, Senin (13/11/2023).

Dari keluarga dekatnya, Yasmeen menghitung ada 32 anggota yang terbunuh, sebagian besar adalah perempuan. Ayah Melissa, orang tuanya, saudara perempuannya dan anak-anak mereka juga dibunuh, sehingga total anggota keluarga Joudah yang meninggal dunia menjadi 68 orang.

Melissa sangat membutuhkan perawatan medis di luar negeri. Kepala Departemen Ortopedi di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa, Dr Ayman Harb mengatakan, Melisa memiliki beberapa pecahan peluru yang terjepit di tulang belakang, serta patah di sumsum tulang belakang.

“Dia memiliki beberapa pecahan peluru yang terjepit di tulang belakang T12, serta patah tulang di sumsum tulang belakangnya. Sayangnya ini berarti dia tidak dapat menggunakan ekstremitas bawahnya," ujar Harb.

“Gadis kecil itu secara fisik stabil, dalam artian dia lumpuh dari dada ke bawah. Tetapi fisioterapi dan dukungan moral harus menjadi langkah berikutnya," kata Harb menambahkan.

Dokter menghadapi kasus yang belum pernah ada dalam buku kedokteran...

Baca Juga


Harb menjelaskan, karena pecahan peluru tetap berada di tubuh Melissa, dia mungkin berisiko terkena infeksi dan komplikasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan banyak organ. “Sekarang kami sedang menangani kasus-kasus yang belum pernah kami lihat dalam buku kedokteran kami,” kata Harb.

Harb menambahkan, sejauh ini, ia memiliki 12 pasien yang lumpuh akibat serangan Israel. Ketika ditanya tentang peluang Melissa, Harb pesimis.

“Masa depannya akan penuh penderitaan. Dia akan menghabiskan sisa hidupnya di kursi roda," ujar Harb.

Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa hampir tidak berfungsi dengan generator bertenaga surya dan sangat kekurangan pasokan medis dan personel. Syuhada Al-Aqsa bukanlah rumah sakit pusat yang besar seperti Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, yang saat ini sedang diserang oleh tentara Israel. Rumah sakit ini dibangun hanya untuk melayani Kota Deir el-Balah dan hanya memiliki 16 dokter. Bagaimanapun juga, karena serangan yang sedang berlangsung, populasi pasien di Gaza telah membengkak, dan rumah sakit harus merawat pasien berkali-kali lipat lebih banyak dari kapasitasnya.

“Kami tidak punya waktu untuk menangis ketika melihat pasien yang hidupnya hancur. Setiap hari kami menangani 30 kasus besar ditambah 15 kasus kecil dari jam 8 pagi hingga jam 3 pagi," kata Harb.

Ibu Melissa sedang hamil sembilan bulan. Associated Press melaporkan, dia sudah mendekati hari untuk melahirkan sebelum terbunuh dalam serangan Israel. Kepala bayi kembarnya yang tak bernyawa muncul dari jalan lahirnya.

Serangan Israel telah membunuh lebih dari 11.000 warga Palestina, 8.000 di antaranya anak-anak dan perempuan. Serangan Israel terhadap rumah sakit di Jalur Gaza utara semakin intensif. Serangan juga menyebabkan terputusnya layanan dan komunikasi, sehingga jumlah korban tewas tidak diperbarui pada akhir pekan lalu.

Menurut  direktur jenderal kantor media pemerintah, Ismail Thawabta, sejauh ini 11.180 warga Palestina, termasuk 4.607 anak-anak, telah terbunuh. Lebih dari 3.000 orang masih berada di bawah reruntuhan, termasuk 1.700 anak-anak. Melissa kini tinggal di rumah bersama bibinya, Yasmeen di Deir el-Balah. Dia sedang menunggu persetujuan meninggalkan Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

"Hanya dia (Melisa) yang tersisa bagi saya. Saya ingin Melissa berjalan. Saya tidak tahu bagaimana dia akan hidup," ujar Yasmeen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler