WHO: Aksi Israel Serbu RS Al-Shifa di Gaza Benar-Benar tak Dapat Diterima

Rumah sakit bukanlah medan pertempuran

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
WHO mengecam aksi penyerbuan pasukan Israel ke Rumah Sakit (RS) Al-Shifa di Jalur Gaza. Tindakan tersebut tak dapat diterima.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengecam aksi penyerbuan pasukan Israel ke Rumah Sakit (RS) Al-Shifa di Jalur Gaza. Menurutnya, tindakan tersebut tak dapat diterima.

“Rumah sakit bukanlah medan pertempuran. Penyerbuan militer Israel ke RS Al-Shifa di Kota Gaza benar-benar tak dapat diterima,” kata Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, Rabu (15/11/2023).

Dia menambahkan, meski sebuah RS disalahgunakan untuk tujuan militer, para pasien dan staf medis di RS terkait harus tetap dilindungi. Israel diketahui menyerbu RS Al-Shifa karena meyakini terdapat markas komando Hamas di bawah bangunan RS tersebut. Hamas telah membantah tudingan dan klaim Israel.

Perwakilan WHO di Palestina, Rik Peeperkorn, mengatakan, saat ini WHO sedang menjajaki kemungkinan mengevakuasi para pasien dan staf medis dari RS Al-Shifa. “Untuk memastikan hal ini dapat dilakukan, tentu diperlukan jalur yang aman dan juga bahan bakar untuk ambulans,” ujarnya.

Peeperkorn mengungkapkan, berdasarkan informasi terakhir yang diterimanya, sebanyak 34 dari 39 bayi prematur yang dirawat di RS Al-Shifa masih hidup. Saat ini RS Al-Shifa telah kehabisan stok bahan bakar untuk mengoperasikan generator pembangkit listrik. Sejak akhir pekan lalu, RS tersebut beroperasi tanpa aliran listrik dan mengancam nyawa para pasien yang dirawat dengan dukungan peralatan medis.

Menurut Peeperkorn, berdasarkan informasi yang diperolehnya, sebanyak 82 jenazah sudah dikuburkan di kuburan massal yang digali di areal kompleks RS Al-Shifa. Terdapat 80 jenazah lainnya yang belum dimakamkan. Peeperkorn mengatakan, saat ini terdapat 633 pasien dan sekitar 500 staf medis di RS Al-Shifa. Selain itu, RS tersebut turut menampung sekitar 4.000 warga Gaza yang mengungsi untuk berlindung dari serangan Israel.

Pasukan Israel melakukan penyerbuan ke RS Al-Shifa pada Rabu dini hari lalu. Sebelumnya pasukan dan armada tank Israel telah mengepung RS tersebut karena diyakini memiliki fasilitas bawah tanah yang digunakan sebagai markas komando kelompok Hamas.

“Berdasarkan informasi intelijen dan kebutuhan operasional, pasukan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) melakukan operasi yang tepat dan tepat sasaran terhadap Hamas di area tertentu di RS Al-Shifa,” kata IDF dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya.

IDF mengungkapkan, guna meminimalkan reaksi balasan terhadap operasi tersebut, mereka telah memberikan pemberitahuan 12 jam kepada pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas bahwa operasi militer di dalam RS Al-Shifa harus dihentikan. “Sayangnya, hal itu tidak terjadi,” ujar IDF seraya menyerukan kembali agar semua anggota Hamas yang diyakininya berada di RS Al-Shifa untuk menyerah.

Staf medis ketakutan...

Baca Juga


Para staf medis dilanda ketakutan pasca pasukan Israel menyerbu RS Al-Shifa "Pemboman. Penembakan di dalam dan di sekitar RS. Benar-benar mengerikan, Anda bisa merasakan bahwa lokasinya sangat dekat dengan RS. Dan kemudian kami menyadari bahwa tank-tank (Israel) bergerak di sekitar RS," kata Ahmed El Mokhallalati, seorang dokter bedah di RS Al-Shifa, ketika diwawancara via telepon oleh Reuters.

Dia mengungkapkan, tank-tank Israel kini terparkir di depan unit gawat darurat RS Al-Shifa. Sementara aksi penembakan tetap berlangsung. “Segala jenis senjata digunakan di sekitar RS. Mereka (pasukan Israel) menargetkan RS secara langsung. Kami berusaha menghindari berada di dekat jendela,” ucap El Mokhallalati.

Meski tembakan dilepaskan, El Mokhallalati merasa bahwa apa yang didengarnya bukan sebuah baku tembak. “Salah satu kamar pasien menjadi sasaran. Ada tembok utuh. Tidak ada yang terluka tapi semua orang ketakutan," katanya.

El Mokhallalati membantah tuduhan Israel yang menyebut terdapat markas militer Hamas di bawah bangunan RS Al-Shifa. Dia pun menyangkal tudingan Israel yang mengatakan bahwa Hamas menggunakan para pasien dan warga sipil yang berada di RS Al-Shifa sebagai tameng manusia. “Kami tahu ini bohong,” ujarnya.

Sementara itu Otoritas Palestina menyerukan perlindungan internasional bagi staf medis, pasien, dan para pengungsi yang berada di RS Al-Shifa. “(Penyerbuan Israel) merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional, hukum kemanusiaan internasional, dan Konvensi Jenewa, serta perpanjangan dari semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan terhadap rakyat kami,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina, Rabu, dikutip Anadolu Agency.

Hamas telah mengecam operasi penyerbuan pasukan Israel ke RS Al-Shifa. Hamas telah berulang kali membantah tudingan yang menyebutnya menempatkan aset serta pasukannya di bangunan atau fasilitas sipil seperti sekolah dan RS. Terkait penyerbuan ke Al-Shifa, Hamas turut menuduh Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab.

“Penerapan narasi palsu (Israel) oleh Gedung Putih dan Pentagon, yang mengklaim bahwa perlawanan (Hamas) menggunakan kompleks medis Al Shifa untuk tujuan militer, adalah lampu hijau bagi pendudukan (Israel) untuk melakukan lebih banyak pembantaian terhadap warga sipil,” kata Hamas.

AS belum merilis pernyataan resmi terkait operasi penyerbuan pasukan Israel ke RS Al-Shifa. Jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke wilayah tersebut pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai setidaknya 11.320 jiwa. Lebih dari 4.600 di antaranya merupakan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 29 ribu orang. Agresi Israel juga menyebabkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler