Para Donor Barat Pangkas Dana Bantuan untuk Kelompok Masyarakat Sipil Arab

Para donor diam mengenai serangan tanpa henti Israel terhadap warga sipil di Gaza.

AP Photo/Hatem Moussa
Seorang warga Palestina yang terluka dibawa ke ambulans setelah serangan Israel di Deir Al-Balah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Kamis (9/11/2023).
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Para donor dari negara-negara Barat memotong dana kelompok masyarakat sipil Arab karena mengkritik kekejaman Israel di Gaza. Barat juga tidak memberikan dukungan ketika kelompok itu mengkritik kekejaman tersebut.

Baca Juga


Laporan Aljazirah melibatkan kelompok masyarakat sipil dari Mesir, wilayah pendudukan Palestina, dan Lebanon yang telah berbicara menentang kekejaman Israel di Gaza terkena dampak itu. Mereka semua mengatakan bahwa advokasi dan pelaporan mereka semakin bertentangan dengan negara-negara donor Eropa.

Para donor itu sebagian besar diam mengenai serangan tanpa henti Israel terhadap warga sipil, yang mungkin merupakan pelanggaran hukum internasional.

Kondisi ini membuat beberapa donor Barat telah menarik dukungan keuangan untuk media Arab, kelompok hak asasi manusia, dan lembaga think tank tersebut. Mereka juga mengatakan, bahwa kecewa terhadap banyak negara dan yayasan Barat karena dukungan terhadap pemboman dan pengepungan Israel di Gaza.

“Besarnya kemarahan dan kepahitan tidak hanya terbatas pada masyarakat kami, tetapi juga pada kami [sebagai pembela hak asasi manusia di wilayah Arab]. Kami tidak tahu bagaimana atau apakah kami dapat berinteraksi lagi dengan beberapa pemerintah atau mitra Barat,” kata direktur eksekutif Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi (EIPR) Hossam Baghat.

Serangan Israel terhadap Gaza telah menewaskan lebih dari 11 ribu orang sejak dimulai pada tanggal 7 Oktober. Hal ini telah mendorong para ahli PBB dan ratusan cendekiawan untuk memperingatkan bahwa 2,3 juta orang yang hidup di wilayah kantung ini memiliki risiko besar terjadinya genosida.

Menurut Human Rights Watch (HRW), Austria, Denmark, Jerman dan Swedia menghentikan program bantuan pembangunan bilateral di Gaza dan Tepi Barat beberapa hari usai serangan tidak terduga Hamas ke wilayah perbatasan Israel. Jeda ini menyebabkan hilangnya dana sebesar 139 juta dolar AS dan berdampak pada badan-badan PBB, Otoritas Palestina yang memerintah Tepi Barat, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil.

Pada 11 Oktober, Departemen Luar Negeri Federal Swiss (FDFA) juga menangguhkan pendanaan senilai jutaan dolar. Dana ini sebelumnya tersalurkan ke enam organisasi masyarakat sipil Palestina dan lima organisasi masyarakat sipil Israel.

Direktur program dan wacana publik MIFTAH Zaid Amali mengatakan, organisasinya mendapat ulasan yang sangat positif setelah FDFA Swiss menilai kegiatan pada September. Namun, setelah serangan Hamas, FDFA menangguhkan kemitraannya dengan MIFTAH, yang untuk sementara mengakhiri kemungkinan pendanaan di masa depan, tanpa peringatan.

“Kami tahu bahwa keputusan ini mungkin terjadi karena tekanan dari kelompok sayap kanan di Swiss,” kata pemimpin lembaga yang bertujuan mempromosikan demokrasi dan pemerintahan yang baik di wilayah pendudukan Palestina.

“Untuk sebelas LSM ini, FDFA memiliki indikasi eksternal bahwa mereka berpotensi melanggar Kode Etik dan/atau klausul anti-diskriminasi FDFA,” kata juru bicara media FDFA Swiss Lea Zurcher memberikan keterangan atas pemutusan itu.

Organisasi sipil Palestina lainnya yang juga kehilangan dana dari FDFA sebagian mengaitkan keputusan tersebut dengan “lobi” yang intens dari LSM Monitor yang merupakan organisasi Israel. LSM Monitor mengoperasikan database kelompok masyarakat sipil Palestina yang diklaim terlibat dalam menutupi kekerasan dan terorisme, demonisasi dan perang hukum, menargetkan pejabat Israel dan kampanye boikot, divestasi, dan sanksi), dan mempromosikan propaganda anti-Semit.

LSM Monitor mendapat pujian atas keputusan FDFA mengenai X dan sebelumnya mengatakan penelitiannya dikutip oleh anggota parlemen Swiss. Dalam pernyataan itu menyerukan agar pendanaan dipotong untuk kelompok hak asasi manusia Israel seperti B’tselem yang bekerja untuk kesejahteraan warga Palestina.

“Ada berbagai organisasi non-pemerintah seperti LSM Monitor dengan nama-nama yang terdengar tidak berbahaya yang berupaya meminggirkan suara-suara yang kritis terhadap pemerintah Israel…tetapi organisasi-organisasi ini tidak pernah mengkritik penindasan pemerintah Israel terhadap warga Palestina,” kata , aktivis Israel-Palestina dan direktur di HRW Omar Shakir.

“Kelompok-kelompok ini tidak beroperasi sendiri. Mereka cenderung didanai (oleh) atau berkoordinasi dengan pemerintah Israel," ujar Shakir.

Donor dan mitra Eropa juga menahan diri untuk tidak mengungkapkan solidaritasnya kepada media Arab. Menurut dua organisasi media Arab, tindakan itu muncul setelah mereka disensor atau difitnah karena pemberitaan mereka mengenai Israel-Palestina.

Seorang jurnalis dari salah satu media Arab mengatakan, donor Barat tampaknya tidak keberatan untuk mendukung organisasi media independen sejauh tidak melanggar dukungan terhadap Israel. “Bagaimana Barat akan merekonsiliasi dukungan mereka terhadap 'media independen' dan 'kebebasan berekspresi' dengan kritik yang ditujukan pada dukungan diam-diam atau eksplisit terhadap kematian [11.000] warga Palestina…masih harus dilihat secara keseluruhan,” kata sumber yang bersifat anonim itu.

Organisasi masyarakat sipil regional juga kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga PBB yang tidak bersuara menentang kekejaman Israel di Gaza. Beberapa akhirnya bersuara setelah ribuan korban jiwa berjatuhan, termasuk anak-anak dan perempuan.

Direktur eksekutif Samir Kassir Foundation (Skeyes) Ayman Mhanna mengatakan, sangat kecewa dengan Dana Demokrasi PBB (UNDEF) yang bermitra dengan organisasinya. “Mereka diam. Mereka belum mengambil tindakan terhadap media independen [yang mereka dukung], namun sikap diam mereka bukanlah sesuatu yang dapat dimengerti saat ini,” katanya.

Mhanna berharap badan-badan PBB untuk terus mengulangi sikap Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang menyerukan gencatan senjata. Badan-badan itu juga bisa mengangkat masalah pendudukan Israel sebagai akar penyebab kekerasan dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dari melakukan kejahatan perang.

“Kami tidak mengharapkan mereka mengambil posisi yang sepenuhnya pro-Palestina, namun apa yang terjadi saat ini tidak masuk akal," kata Mhannan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler