Klaim Boikot Produk Israel Timbulkan PHK Dibantah Ekonom

Dalam jangka pendek pengaruh langsung boikot produk Israel ke PHK relatif kecil.

Boikot produk Israel (ilustrasi)
Rep: Iit Septyaningsih Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, dalam jangka pendek pengaruh langsung ke pemutusan hubungan kerja (PHK) relatif kecil.

Baca Juga


"Saya kira relatif kecil dari aksi boikot ini," ujar Rendy kepada Republika, Senin (20/11/2023).

Hanya saja, kata dia, itu tergantung dari berapa lama konflik Israel dan Palestina terjadi. Juga tergantung mitigasi komunikasi publik merek yang terindikasi terafiliasi dengan Israel.

"Maka saya kira penurunan produk konsumsi yang berkaitan dengan Israel itu masih relatif akan terjadi dalam jangka pendek," ujar dia.

Rendy menuturkan, gerakan boikot ini bukan tanpa dasar. Karena ini dilakukan guna menekan terwujudnya gencatan senjata dari konflik geopolitik antara Israel dan Palestina.

Tidak dipungkiri, kata dia, ada faktor maupun konsekuensi yang muncul dari gerakan boikot produk yang dilakukan masyarakar termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ditambah lagi, Majelis Ulana Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa haram mengonsumsi berbagai produk yang berkaitan dengan Israel.

Maka, sambungnya, akan semakin menguatkan aksi boikot dalam skala lebih luas. Fatwa MUI, jelas dia, menjadi pegangan bagi UMKM guna turut melakukan pemboikotan.

"Adanya fatwa itu juga akan menjadi pegangan terutama bagi pelaku UMKM di dalam negeri agar fokus atau konsen terhadap masalah. Ini mengingat konsumen mereka relatif banyak ke konsumen Muslim dan punya kesadaran terkait konflik antara Israel dan Palestina," kata Rendy menjelaskan.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai aksi boikot produk pro Israel yang tengah dilakukan masyarakat bisa berdampak ke industri nasional. Di antaranya kemungkinan pengurangan karyawan atau PHK.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler