Dirut PLN Tekankan Kolaborasi Global Tangani Perubahan Iklim  

Semangat memerangi perubahan iklim didasarkan kepedulian pada generasi mendatang.

Dok PLN
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat melakukan telekonferensi dengan 21 unit GHP tersebar di seluruh Indonesia dari pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Senin (20/11). Dengan 21 GHP ini membuat PLN menjadi perusahaan yang memiliki GHP terbanyak di Asia Tenggara.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, menekankan pentingnya kolaborasi pada lingkup global untuk mempercepat penanggulangan perubahan iklim.

Baca Juga


Hal tersebut dia sampaikan dalam sebuah sesi diskusi panel bertajuk “Global Forum for Climate Movement: Promoting Green Culture, Innovation, and Cooperation”. “Kunci untuk memerangi perubahan iklim adalah bagaimana komunitas global berubah dari terfragmentasi menjadi bersatu, menjadi berjuang,” ujar Darmawan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Darmawan menjelaskan, setiap ton emisi CO2 yang timbul antara satu tempat dengan tempat lainnya akan menimbulkan dampak kerusakan yang sama. Karena itu, guna melawan perubahan iklim tidak bisa hanya dilakukan satu negara atau institusi saja melainkan seluruh pihak.

“Jadi harus diatasi dan ditangani oleh komunitas global, tidak hanya masyarakat Indonesia saja atau PLN, kita tidak akan mampu menanggung beban ini sendirian. Satu-satunya cara untuk maju adalah dengan berkolaborasi,” kata Darmawan.

Dia menambahkan, semangat untuk memerangi perubahan iklim juga perlu didasarkan rasa kepedulian untuk generasi mendatang. Dirinya berharap semangat perubahan iklim bukan hanya berdasarkan perjanjian semata.

”Ada banyak perjanjian lingkungan hidup internasional mulai dari Protokol Kyoto, Perjanjian Paris, tapi kami melakukan ini bukan hanya karena perjanjian internasional. Kami melakukan ini karena kami benar-benar peduli. Kita perlu memastikan bahwa masa depan generasi mendatang harus lebih baik dari masa depan kita,” ujar Darmawan.

Untuk mendukung komitmen tersebut, ungkap Darmawan, sejak tiga tahun lalu, PLN telah menghapus rencana pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara sebesar 13 gigawatt (GW). Menurutnya, langkah tersebut berhasil menghindarkan Indonesia dari 1,8 miliar ton emisi CO2 dalam kurun 25 tahun.

Kemudian, sambungnya, PLN juga telah merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) atau green RUPTL paling hijau dalam sejarah Indonesia guna mencapai target Net Zero Emissions pada 2060.

“Kami sedang dalam proses merancang ulang perencanaan listrik nasional, 75 persen dari tambahan kapasitas pembangkitan berasal dari energi terbarukan, tidak ada lagi batubara dalam desain dan pengembangan, sisanya 25 persen berasal dari gas alam yang sebetulnya pengurangan emisinya sudah sampai 60 persen,” kata Darmawan.

Lebih lanjut, PLN juga menyiapkan strategi andal yang disebut Acceleration Renewable Energy Development (ARED) guna mempercepat transisi energi. Hal ini untuk mengatasi sejumlah tantangan seperti ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dengan episentrum kebutuhan listrik.

”Kami menghadapi beberapa tantangan. Ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik tenaga air skala besar dengan episentrum permintaan. Jadi, kami merancang dan mengembangkan apa yang kami sebut Accelerated Renewable Energy Development,” tutur Darmawan.

Melalui ARED, kata Darmawan, potensi intermitensi dari EBT mampu diputus, bahkan potensi EBT yang ada mampu dimaksimalkan. Dia mencontohkan bauran dari energi angin dan surya tanpa ARED hanya mampu diakses sebesar 5 GW saja, sementara dengan ARED mampu ditingkatkan menjadi 28 GW.

Hal itu disebabkan penambahan pembangkit EBT berbasis surya dan angin yang bersifat intermiten sehingga mengakibatkan fluktuasi dan berpotensi memberikan tekanan cukup besar pada sistem kelistrikan.

“Karena itu, kami membangun ARED yang dibekali Smart Grid secara end-to-end dan pembangkitan yang fleksibel. Dengan hadirnya Smart Grid dan Flexible Generation, penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya meningkat hampir enam kali lipat dari 5 GW menjadi 28 GW pada tahun 2040,” ujar Darmawan.

Darmawan menekankan, transisi energi juga penting untuk mempercepat pertumbuhan, membangun kapasitas nasional dengan menciptakan lapangan kerja. Di saat bersamaan, hal ini juga akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, serta mampu menjaga lingkungan.

”Transisi energi ini sangat penting kita lakukan dalam menyediakan energi berkelanjutan bagi masyarakat kita. Di sini saya ingin menyampaikan bahwa kami berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca untuk memperlambat pemanasan dan mendinginkan bumi,” ucap Darmawan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler