AS Lobi Israel Agar Diikutsertakan Mengelola Ladang Gas di Lepas Pantai Gaza

Potensi cadangan gas alam di perairan Gaza diperkirakan sebesar 1 triliun kubik.

AP/Adel Hana
Warga Palestina memancing dari perahu mereka di Laut Mediterania di sepanjang pantai Kota Gaza, Selasa, 8 Maret 2022.
Rep: Lintar Satria Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penasihat keamanan energi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Amos Hochstein berkunjung ke Israel untuk mencegah front kedua di Lebanon saat Israel bertempur dengan Hizbullah di perbatasan. Kunjungannya juga untuk mere rencana ekonomi potensial pada kilang gas alam di lepas pantai di Gaza.

"Kunjungan ini merupakan kelanjutan dari kunjungan Hochstein ke Beirut pada awal bulan ini, di mana ia menegaskan Amerika Serikat tidak ingin melihat konflik di Gaza meningkat dan meluas ke Lebanon," kata pejabat pemerintah AS, Senin (20/11/2023).

"Selama di Israel, Hochstein akan menekankan memulihkan ketegangan di sepanjang perbatasan utara Israel sangat penting bagi Amerika Serikat dan harus menjadi prioritas utama bagi Israel dan Lebanon," tambahnya.

Tahun lalu Hochstein membantu menyelesaikan kesepakatan demarkasi maritim antara Israel dan Lebanon. Kesepakatan ini membawa langkah akomodasi antara kedua negara yang berseteru ini ketika mereka mengincar eksplorasi energi lepas pantai.

Pada bulan-bulan sebelum serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober, Hochstein mengatakan AS sedang menjajaki kemungkinan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan yang sudah lama berlangsung antara Lebanon dan Israel.  

Namun ketegangan di sepanjang perbatasan meningkat sejak serangan mendadak Hamas. Israel mengklaim serangan Hamas menewaskan 1.200 orang yang sebagian besar warga sipil dan menculik lebih dari 240 orang lainnya.

Israel membalasnya dengan membombardir Gaza yang menurut kementerian kesehatan kantong pemukiman yang dikuasai Hamas tersebut sudah menewaskan 12.300 orang. Sementara itu kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon menyerang tentara Israel di perbatasan.

Israel meluncurkan serangan udara dan artileri ke selatan Lebanon. Aksi saling serang ini memicu kekerasan paling mematikan di perbatasan Israel-Lebanon sejak perang 2006 lalu.

Dikutip dari Haaretz, pada Juni lalu Israel memberikan persetujuan awal untuk mengembangkan ladang gas alam di lepas pantai Gaza. Israel menekankan langkah ini membutuhkan jaminan keamanan dari Otoritas Palestina dan Mesir.

Perairan Gaza yang hampir sejauh 20 mil dari pantai Gaza masih belum dikembangkan meski diperkirakan memiliki  potensi cadangan sebesar 1 triliun kubik gas alam. Hipotesisnya jumlah ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik Palestina dan berpotensi untuk diekspor.

Baru-baru ini Hochstein berada di Bahrain, di mana ia mendiskusikan peluang untuk mengembangkan ladang gas lepas pantai atas nama Palestina sebagai bagian dari rencana untuk Gaza pascaperang.

"Ada peluang di sini untuk mengembangkan ladang gas di lepas pantai Gaza, atas nama Palestina," kata Hochstein kepada The National saat itu.

Ia menambahkan setelah di tahap berikutnya dan perang Israel-Gaza berakhir ada perusahaan-perusahaan yang bersedia untuk mengembangkan ladang-ladang tersebut

"Kami tidak boleh membesar-besarkan potensinya, tetapi ini benar-benar dapat menjadi aliran pendapatan bagi pemerintah Palestina, dan untuk memastikan adanya sistem energi yang mandiri bagi Palestina," lanjutnya.

Ia menambahkan ada mekanisme yang jelas sudah AS kembangkan dan tidak akan menimbulkan ancaman dan akan memaksimalkan keefektifan bagi rakyat Palestina. Hochstein mencatat ia "100 persen" yakin Israel akan mengizinkan hal ini.

"Saya sangat yakin, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak melakukannya, ini bukan milik mereka (Israel), gas tersebut adalah milik rakyat Palestina," kata Hochstein. 

Baca Juga


 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler