Erdogan: Jangan Ragu untuk Sebut Israel Negara Teroris
Erdogan meminta negara-negara lain tidak ragu melabeli Israel sebagai negara teroris
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali melayangkan pernyataan tajam terhadap Israel. Dia meminta negara-negara lain tidak ragu melabeli Israel sebagai “negara teroris”.
“Kita perlu mengetahui hal ini untuk selamanya. Israel adalah negara teroris. Tidak perlu ragu untuk mengatakan hal ini. Inilah kebenaran yang kita ketahui. Inilah yang terjadi,” ujar Erdogan, Rabu (22/11/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Erdogan kemudian menyinggung tentang masih berlanjutnya agresi Israel ke Jalur Gaza. “Serangan-serangan tersebut, yang menewaskan lebih dari 13 ribu saudara kita di Palestina, sekali lagi mengungkapkan wajah, maksud dan tujuan sebenarnya dari Israel dan para pendukungnya. Dalam hal ini, sangat penting agar kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh penguasa Israel tidak dibiarkan tanpa sanksi,” ucapnya.
“Kami tidak bisa dan tidak akan mentoleransi kebijakan negara Israel, yang terus-menerus melakukan pendudukan, perampasan tanah, dan pembantaian kaum tertindas, untuk membuat Gaza tidak berpenghuni,” tambah Erdogan.
Erdogan kemudian menghujat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. “Netanyahu sudah hampir mati. Bahkan rakyat Israel tidak lagi mendukung Netanyahu,” ujarnya.
Erdogan mengatakan, atas kejahatannya terhadap penduduk Palestina, Netanyahu harus dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Pekan lalu, Netanyahu telah mengecam Erdogan karena menyebut Israel sebagai negara teror.
“Dia (Erdogan) menyebut Israel sebagai negara teror, namun dalam tindakannya dia mendukung negara teror Hamas. Dia sendiri yang menembaki desa-desa Turki di perbatasan Turki. Kami tidak akan menerima ajarannya,” kata Netanyahu.
Turki telah menarik duta besarnya dari Israel sebagai bentuk protes atas kebrutalan agresi ke Gaza. Namun awal bulan ini Israel menyampaikan bahwa penarikan duta besar itu tak mempengaruhi hubungan antara Tel Aviv dan Ankara.
“Hubungan diplomatik dengan Turki tetap tidak berubah meskipun Ankara mengambil sikap mengenai perang di Gaza dan fakta bahwa duta besar Turki dipanggil kembali pada akhir pekan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Hayat kepada surat kabar Yedioth Ahronoth, 5 November 2023 lalu.
Dia pun mengisyaratkan bahwa Israel tetap menginginkan hubungan diplomatik dengan Turki tetap terjalin. “Kita harus memikirkan kembali bagaimana kita mencegah krisis seperti ini,” ujar Hayat.
Turki dan Israel memulihkan hubungan diplomatik pada Agustus 2022....
Turki dan Israel sebenarnya baru saja memulihkan hubungan diplomatik pada Agustus 2022 lalu. Pemulihan hubungan itu berlangsung ketika posisi perdana menteri Israel masih dijabat Yair Lapid. Dalam sebuah percakapan telepon pada 17 Agustus tahun lalu, Erdogan dan Lapid bertukar ucapan selamat atas kesepakatan pemulihan hubungan bilateral Turki-Israel.
Erdogan dan Lapid sama-sama menekankan tentang pentingnya hubungan Israel-Turki untuk menjaga stabilitas regional. Pada 11 Januari 2023 lalu, Duta Besar Turki untuk Israel Sakir Ozkan Torunlar menyerahkan surat kredensialnya kepada Presiden Israel Isaac Herzog. “Hari ini kita menyelesaikan langkah penting lainnya, mencapai tonggak sejarah lainnya dalam memperkuat hubungan kita serta memperdalam persahabatan antara Turki dan Israel,” kata Herzog setelah upacara penyerahan surat kredensial berlangsung, dikutip laman Al Arabiya.
Sebelum memulihkan relasi diplomatik dengan Israel, pada awal Maret 2022, Erdogan sudah menyampaikan, dia ingin menghidupkan kembali dialog politik dengan Israel. Hal itu diumumkan saat Isaac Herzog melakukan kunjungan bersejarah ke Turki pada 9 Maret 2022. "Tujuan bersama kami dengan Israel adalah untuk menghidupkan kembali dialog politik antara negara kami berdasarkan kepentingan bersama, menghormati kepekaan timbal balik," kata Erdogan dalam konferensi pers bersama Herzog, dikutip Anadolu Agency.
Hubungan Turki dan Israel membeku setelah peristiwa penyerangan kapal Mavi Marmara pada Mei 2010. Mavi Marmara adalah satu dari enam kapal yang bertolak dari Turki untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Sebanyak 10 warga sipil Turki tewas dalam aksi penyerangan Israel ke kapal tersebut.