Dampak Boikot, Gerai Starbucks dan McD Sepi Hingga Penjualan Anjlok 70 Persen
Arus penerimaan Starbucks dan McD melambat karena turunnya belanja konsumen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merek-merek Barat yang ada di Mesir dan Yordania mulai merasakan dampak boikot produk terafiliasi Israel. Dampak kampanye juga telah menyebar di beberapa negara Arab lainnya termasuk Kuwait dan Maroko.
Boikot yang dilakukan merupakan bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina yang tengah mendapat serangan dari militer Israel. Gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) pun menyasar sejumlah merek ternama.
Seorang karyawan McDonald's di Mesir yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan, penjualan waralaba Mesir pada Oktober dan November turun setidaknya 70 persen dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. "Kami berjuang untuk menutupi pengeluaran kami sendiri sejauh ini," kata karyawan tersebut dikutip Reuters, Jumat (24/11/2023).
Sameh El Sadat, seorang politikus Mesir dan salah satu pendiri TBS Holding, pemasok Starbucks dan McDonald's, mengatakan dia melihat adanya penurunan atau perlambatan sekitar 50 persen permintaan dari para mitranya.
Di Kuwait City, tujuh cabang Starbucks, McDonald's dan KFC terlihat sepi pengunjung. Di Rabat, ibu kota Maroko, seorang pekerja di cabang Starbucks mengatakan jumlah pelanggan menurun signifikan pekan ini.
Ajakan boikot terhadap Starbucks terjadi setelah Starbucks menggugat serikat pekerjanya atas postingan mengenai konflik Israel-Hamas. Sementara McDonald's diboikot karena memberikan makanan gratis kepada personel militer Israel.
Kampanye boikot terhadap perusahaan-perusahaan Barat dan produk-produk yang mendukung Israel sedang melanda dunia, termasuk di wilayah Arab. Kampanye ini gencar diluncurkan di media sosial sebagai bentuk protes atas kebrutalan Israel terhadap warga Palestina.
Kampanye boikot juga disertai dengan seruan kepada negara-negara Arab untuk memutuskan hubungan dengan Israel. Beberapa negara di Timur Tengah tak henti bergiliran demonstrasi mingguan sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat di Gaza.
Turkiye dan Yordania telah memanggil kembali duta besar mereka di Tel Aviv, sementara Afrika Selatan memanggil diplomatnya untuk berkonsultasi. Kolombia, Chile dan Bolivia semuanya telah memutuskan hubungan diplomatik dengan negara pendudukan tersebut.