Delegasi Qatar ke Israel, Bahas Kemungkinan Perpanjangan Gencatan Senjata

Ada kemungkinan perpanjangan gencatan senjata di Gaza selama satu atau dua hari.

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Kerumunan warga menyambut bus yang membawa warga Palestina yang dibebaskan oleh Israel, setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023). Israel dan Hamas sepakat untuk melakukan pembebasan sandera sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata selama empat hari. Sebanyak 50 sandera Israel dibebaskan oleh Hamas dan 150 wanita Palestina serta anak-anak yang ditahan di penjara Israel dibebaskan oleh Israel.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delegasi Qatar mengunjungi Israel pada Sabtu (25/11/2023) untuk membahas kemungkinan perpanjangan gencatan senjata. Israel dan Hamas telah menyetujui gencatan senjata selama empat hari yang dimulai pada Jumat (24/11/2023).

Tim operasi Qatar juga berkoordinasi dengan para pejabat Israel untuk memastikan gencatan senjata dan pembebasan sandera terus berjalan lancar. Mesir juga menyatakan telah menerima sinyal positif dari semua pihak atas kemungkinan perpanjangan gencatan senjata di Gaza selama satu atau dua hari.

Kepala Layanan Informasi Negara Mesir (SIS), Diaa Rashwan mengatakan, Mesir sedang mengadakan pembicaraan ekstensif dengan semua pihak untuk mencapai kesepakatan mengenai perpanjangan gencatan senjata empat hari. "Hal ini berarti akan ada pembebasan lebih banyak tahanan di Gaza dan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel," ujarnya.

Baca Juga



Gencatan senjata dimulai pada Jumat pukul 7 pagi waktu setempat, dan melibatkan gencatan senjata komprehensif di Gaza utara dan selatan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari mengatakan, ketika gencatan senjata dimulai bantuan akan langsung mengalir ke Gaza, dan sandera Israel akan dibebaskan pada jam 4 sore.

"Warga Palestina juga akan dibebaskan dari penjara-penjara Israel sebagai bagian dari kesepakatan tersebut," kata Al-Ansari kepada wartawan di Doha, dilaporkan Alarabiya, Kamis (23/11/2023).

Hamas melalui saluran Telegramnya mengkonfirmasi bahwa semua permusuhan dari pasukannya akan berhenti selama gencatan senjata. Israel telah menerima daftar sandera yang akan dibebaskan dari Gaza. Pembebasan sandera rencananya dilakukan setelah gencatan senjata dengan Hamas dilaksanakan pada Jumat.

Menurut penghitungan Israel, Hamas menyandera sekitar 240 orang warganya pada 7 Oktober, ketika pejuang Palestina itu melancarkan serangan lintas batas yang menggemparkan dunia. Israel merasa kecolongan dengan serangan Hamas tersebut dan langsung melancarkan serangan balasan dengan membombardir Gaza.

Lebih dari 14.000 warga Gaza telah gugur akibat pengeboman Israel, sekitar 40 persen di antaranya adalah anak-anak. Pengeboman Israel juga menghancurkan fasilitas publik di Gaza mulai dari masjid, gereja, sekolah, rumah sakit, toko roti, dan rumah penduduk.

Israel mengatakan gencatan senjata bisa bertahan lebih dari empat hari asalkan Hamas membebaskan sedikitnya 10 sandera per hari.  Sementara sumber Palestina mengatakan, gelombang kedua kemungkinan dapat membebaskan 100 sandera pada akhir November.

Jumlah tahanan dan sandera yang dibebaskan bisa bertambah....



 

Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan bahwa perjanjian gencatan senjata kemanusiaan telah dicapai antara Israel dan Hamas, melalui mediasi bersama dengan Mesir dan Amerika Serikat. Qatar mengatakan, perjanjian tersebut mencakup pertukaran 50 tawanan perang Israel, termasuk perempuan dan anak-anak, yang saat ini ditahan di Jalur Gaza dengan imbalan pembebasan 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.  Qatar menambahkan, jumlah mereka yang dibebaskan akan ditingkatkan pada tahap implementasi perjanjian selanjutnya.

“Pekerjaan terus dilakukan dengan kedua pihak dan mitra kami di Kairo dan Washington untuk memastikan dimulainya gencatan senjata dengan cepat," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar.

Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir menyebut gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas sebagai preseden berbahaya yang mengulangi kesalahan masa lalu. Dia menekankan pentingnya mempertahankan tekanan militer terhadap Hamas untuk mencapai kesepakatan penyanderaan komprehensif Israel.

"Kami mempunyai kewajiban moral untuk memulangkan semua orang, dan kami tidak mempunyai hak atau izin untuk menyetujui gagasan memisahkan mereka dan hanya memulangkan sebagian saja," ujar Ben-Gvir.

Ben-Gvir mengkritik negosiasi gencatan senjata karena kegagalannya menjamin pembebasan seluruh perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza. Dia menganggap negosiasi itu tidak bermoral dan tidak logis.

“Hamas menginginkan gencatan senjata ini lebih dari apapun. Hamas juga ingin ‘menyingkirkan’ perempuan dan anak-anak pada tahap pertama, karena mereka menimbulkan tekanan internasional terhadap gencatan senjata tersebut.  Sebagai imbalannya, mereka ingin mendapatkan bahan bakar, pembebasan teroris, penghentian tindakan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan bahkan larangan penerbangan (pengintaian). Ia mendapatkan semua itu," kata Ben-Gvir. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler