Pengeboman Israel Ancam Keberadaan Kekayaan Arkeologi Gaza
Gaza berada di jalur perdagangan kuno antara Mesir dan Levant.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Dengan sejarah lebih dari 5.000 tahun, Gaza memiliki kekayaan arkeologi. Tak heran jika banyak pekerja bangunan yang menemukan permata kuno di kota ini.
Penemuan seperti biara Saint Hilarion dan Tel Umm el-Amr, yang bisa dibilang merupakan situs arkeologi terbesar di Gaza, mungkin tidak mengejutkan mengingat kedekatan Gaza dengan tempat-tempat suci tiga agama Samawi, yaitu Kristen, Islam dan Yahudi.
Arti penting sejarah Gaza juga karena lokasinya berada di jalur perdagangan kuno antara Mesir dan Levant. Namun, dengan pengeboman Israel selama tujuh minggu terakhir, terdapat kekhawatiran yang semakin besar mengenai masa depan situs-situs yang telah ditemukan dan situs-situs yang belum ditemukan.
Menurut Kementerian Wakaf dan Agama yang berbasis di Gaza, lebih dari 31 masjid hancur dan lebih dari tiga gereja rusak parah sejak pertempuran dimulai setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.
“Kehidupan manusia lebih penting daripada artefak,” ujar Jean-Michel de Tarragon dilansir Arab News, Selasa (28/11/2023).
De Tarragon merupakan seorang arsiparis The Ecole Biblique di Yerusalem, mantan profesor sejarah di Sorbonne dan arkeolog yang melakukan penggalian di Gaza dari tahun 1995-2005.
Jeda sejak 2005 bukanlah suatu kebetulan...
Jeda sejak 2005 bukanlah suatu kebetulan. Meskipun Perjanjian Damai Oslo pada 1993 telah mempermudah pekerjaan para arkeolog, de Tarragon mengatakan keberhasilan Hamas dalam pemilihan legislatif Palestina 2006 menyebabkan timnya keluar dari daerah tersebut.
De Tarragon mengatakan perang saat ini, yang menyebabkan pantai dibom secara besar-besaran tampaknya telah menghancurkan Anthedon Yunani sepenuhnya. Terletak di pantai Mediterania di barat laut Gaza, Anthedon adalah pelabuhan laut pertama di wilayah tersebut dan telah dihuni dari tahun 800 SM hingga 1100 M. Pelabuhan ini menampung berbagai budaya dari Babilonia hingga periode awal Islam.
“Dari sudut pandang sejarah, pada periode akhir jaman dahulu, Gaza merupakan pelabuhan laut jaringan perdagangan Nabataean. Dulunya pelabuhan Petra, sekarang Yordania, dan juga AlUla di Arab Saudi, untuk kapal-kapal yang menuju ke arah Roma dan Kekaisaran Romawi,” ucap de Tarragon.
“Sebagai kota kedua di Gaza, Anthedon sangat penting. Pelabuhan lain, bernama Maioumas, ada di selatan. Tapi kami tidak menggali di sana. Kami menemukan Anthedon, yang saat itu merupakan perkemahan pantai, di tepi utara.”
Begitu kayanya sejarah Anthedon sehingga UNESCO menempatkannya pada daftar sementara lokasi Palestina untuk memenuhi syarat sebagai situs Warisan Dunia. Namun, negara ini bukan satu-satunya negara yang menghadapi nasib yang tidak menentu pascaperang, de Tarragon menyebut gereja Bizantium abad kelima, Mkheitim, telah hancur dalam pertempuran tersebut meskipun ia mencatat lantai mosaiknya tampaknya masih bertahan.
Tidak ada pekerjaan arkeologi di Gaza...
“Mulai sekarang, tidak ada pekerjaan arkeologi yang direncanakan di Gaza, hanya pekerjaan restorasi,” kata de Tarragon.
Kerapuhan kehidupan di Gaza yang rawan perang dan intensitas konflik terbaru membuat mustahil untuk menentukan berapa banyak situs arkeologi yang telah hancur dan tingkat kerusakan yang dialami situs-situs yang masih berdiri.
Mengenai apa yang diperlukan untuk menghidupkan kembali situs arkeologi masih menjadi pertanyaan di masa depan. Untuk saat ini, situs-situs tersebut memiliki tujuan yang sangat berbeda, yaitu berlindung dari perang.
Di antaranya adalah salah satu gereja tertua yang masih berfungsi di daerah kantong Palestina, Gereja Saint Porphyrius. Menurut pejabat Palestina, saat terjadi serangan pada malam tanggal 20 Oktober 2023 lalu, gereja tersebut dilaporkan menampung sedikitnya 500 warga Kristen dan Muslim dengan 16 orang meninggal.
Dalam sebuah pernyataan, Patriarkat Ortodoks Yerusalem menyatakan kecaman terkuatnya atas serangan udara Israel yang menghantam kompleks gerejanya di kota Gaza.“Menargetkan gereja-gereja dan lembaga-lembaganya, serta tempat perlindungan yang mereka sediakan untuk melindungi warga yang tidak bersalah, terutama anak-anak dan perempuan yang kehilangan rumah mereka akibat serangan udara Israel di wilayah pemukiman selama 13 hari terakhir, merupakan kejahatan perang yang tidak dapat diabaikan," kata Patriarkat Ortodoks Yerusalem.
Sementara itu, seniman kelahiran Gaza dan tinggal di Dubai, Hazem Harb mengatakan, “Artefak sama pentingnya dengan manusia karena mereka dibuat oleh kita," ujar Harb kepada Arab News.