Burhanuddin Muhtadi Prediksi Prabowo-Gibran Vs Anies-Muhaimin di Putaran Dua Pilpres 2024
Tak ada capres-cawapres dominan sehingga pilpres sulit berlangsung satu putaran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memprediksi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan bertarung di putaran kedua Pilpres 2024 melawan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Prediksinya itu merujuk pada hasil-hasil survei yang dirilis belakangan ini.
Berdasarkan survei, Burhanuddin mengatakan, ketika suara pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meningkat, maka yang biasanya menjadi korban adalah suara dari pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Keterkaitan pasangan nomor 2 dan 3 ini diibaratkan Burhanuddin sebagai bejana berhubungan yang saling terkait.
"Sementara Mas Anies minimal tetap suaranya dan (kalau) tidak ada satu pun calon yang mendapatkan 50 persen plus satu, kemungkinan besar yang masuk ke putaran dua adalah Prabowo versus Anies," ujar Burhanuddin, Rabu (29/11/2023).
Burhanuddin menjelaskan ilustrasi bejana berhubungan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang saling terkait. Jika satu pasangan itu mengalami kenaikan suara, yang satu lagi pasti mengalami penurunan.
"Kalau pola seperti ini berlanjut, di mana basis pola pemilih Jokowi di Ganjar pindah ke Pak Prabowo, sementara pemilih Anies tetap atau naik secara landai, maka suara antara Ganjar dan Pak Prabowo seperti bejana berhubungan," katanya.
Meski demikian, Burhanuddin menegaskan agar masyarakat jangan terlalu terburu-buru dalam mengambil kesimpulan, karena masih terdapat waktu sekitar dua setengah bulan untuk melakukan kampanye sebelum proses pemungutan suara. Selain itu, ia juga menyebutkan apa yang dipaparkannya adalah hasil dari survei yang dilakukan dalam beberapa waktu terakhir, sehingga analisis yang dilakukannya tidak dapat menjadi acuan pasti terkait apa yang akan terjadi pada 2024 mendatang.
"Toh survei akan berlangsung terus menerus untuk mengecek pergerakan suara. Siapa yang mengira termasuk saya, saya sendiri tidak mengira setelah pendaftaran Prabowo-Gibran, ternyata suara Pak Prabowo malah naik," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniasyah mengatakan hasil survei elektabilitas dari suatu lembaga survei tidak dapat dipandang sebagai indikator yang dapat diyakini dalam jangka panjang. Pernyataannya ini merujuk pada hasil-hasil survei yang belakangan dirlis lembaga survei seusai ditetapkannya tiga pasangan capres-cawapres.
"Survei hanya dapat diyakini sebagai gambaran umum saja," kata Dedi dalam diskusi daring bertajuk "Survei Yang Membagongkan" dipantau di Jakarta, Sabtu, pekan lalu.
Menurut dia, partai politik dan politisilah yang sejauh ini memanfaatkan hasil survei popularitas atau elektabilitas secara vulgar yang kemudian dikembangkan dengan propaganda. Oleh karena itu, ia menilai tidak ada lembaga survei yang ingin menghilangkan proses demokrasi.
"Justru dengan adanya lembaga survei proses demokrasi bisa tumbuh," ujar Dedi.