Airlangga dan Jubir Amin Silang Pendapat Soal Contract Farming Konsep Anies

Anies mengkritik program food estate dan ingin menerapkan konsep contract farming.

Republika/Prayogi
Menko Perekonomian dan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Rep: Febryan A/Wahyu Suryana Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Airlangga Hartarto merespons pernyataan capres nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan yang mengkritik program food estate, dan lebih ingin menerapkan konsep contract farming.

Menurut Airlangga, contract farming berarti petani tidak mempunyai tanah untuk berladang. Kondisi itu banyak terjadi di Pulau Jawa sehingga petani terpaksa menjadi buruh tani.

"Contracting farming adalah farmer yang enggak punya tanah," kata Airlangga di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (30/11/2023) malam WIB.

Menko Perekonomian itu mengatakan, pasangan Prabowo-Gibran menginginkan petani punya tanah garapan. Karena itu, sambung dia, duet Prabowo-Gibran akan melanjutkan program lumbung pangan (food estate) di luar Pulau Jawa seperti di Papua.

"Kita mau petani punya tanah sehingga petani sejahtera, bukan pekerja petani," kata Airlangga.

Baca Juga


Definisi contract farming yang disampaikan Airlangga jelas berbeda dengan konsep yang diutarakan Anies dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB. FAO dalam laman resminya menyatakan, contract farming adalah perjanjian jual-beli hasil pertanian antara petani dan perusahaan pengolahan/pemasaran.

Sebelumnya, Anies mengkritik program pertanian berskala besar yang sedang dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi. Dia menyebut, food estate yang berarti negara menguasai produksi pertanian secara sentralistik itu, tidak relevan dengan permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia.

Anies menjelaskan, permasalahan pangan pada sisi produsen adalah kurangnya suplai pupuk, murahnya harga dan sulitnya distribusi hasil pertanian. Dari sisi konsumen, masalahnya adalah mahalnya harga hasil pertanian.

Karena itu, Anies mengusung konsep contract farming. "Dalam pendekatan food estate, petani dikuasai oleh pemilik modal, tapi dalam contract farming ini kerja sama antara pemilik modal dan petani," kata Anies di Jakarta, Sabtu (25/11/2023).

Jubir Amin kritik balik Airlangga...

Jubir Anies-Muhaimin (Amin), Hasreiza alias Reiza Patters ikut menanggapi kritik Airlangga terhadap contract farming. Dia menyebut, konsep itu tidak sama dengan pekerja buruh sama seperti selama ini.

Dia menerangkan, penerapan contract farming adalah istilah yang lebih melindungi, menghargai, dan mengangkat derajat petani sebagai pemilik dan pengolah lahan. Malahan, sambung dia, pasangan Amin akan memberdayakan seluruh sumber daya pertanian lokal yang sudah ada.

Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta tersebut menyatakan, petani tetap bisa menjadi pemilik sawahnya sendiri, tidak digeser sebagai buruh sawah. Reiza menilai, pernyataan Airlangga lebih sebagai bentuk penggiringan opini dan persepsi publik.

Sehingga, kata dia, pertanian kontrak yang digagas Anies seolah akan merampas kepemilikan petani atas lahan atau sawahnya sendiri. Padahal, Reiza menekankan, untuk petani yang belum memiliki lahan sendiri saja bisa diberi lahan dari negara.

"Dengan sertifikat hak garap lima sampai 10 tahun atau lebih, selama lahan memang digunakan untuk produksi pertanian oleh petani yang diberi hak, sehingga bisa jadi aset dan bisa dijadikan jaminan bantuan finansial perbankan," kata Reiza kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Dia menjelaskan, sistem pertanian kontrak untuk mencegah kembalinya konsep atau sistem pertanian sentralistik oleh pemerintah atau pengusaha kroni pemerintah saja. Reiza merasa, semangatnya mengangkat derajat petani.

Tujuannya agar petani mampu bermitra dengan instansi pemerintah, BUMN atau BUMD, maupun perusahaan swasta pengelola hasil pertanian. Dengan jaminan, menurut Reiza, pembelian hasil panen dari negara, sehingga petani jadi mitra yang sejajar.

Dia menegaskan, pertanian kontrak melindungi petani dari ketidakadilan sistem yang kerap merugikan dari pra dan pasca produksi. Sebab, selama ini saat pra-tanam benih murah sulit dan saat pemeliharaan pupuk mahal.

"Giliran pascaproduksi susah memasarkan hasil panen atau kalau tidak harga hancur karena tidak ada perlindungan regulasi dari pemerintah. Itu yang mau kita cegah dengan menerapkan sistem pertanian kontrak," ujar Reiza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler