Hujan Masih Terbatas, Mentan Akui Tanam Padi Masih Terkendala

Lahan-lahan sawah yang saat ini bisa ditanami hanya yang masuk dalam wilayah irigasi.

Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Petani membajak sawah menggunakan kerbau saat memasuki masa tanam padi di area persawahan Desa Mengesta, Tabanan, Bali, Kamis (31/8/2023). Petani padi di Kabupaten Tabanan, Bali, pada musim kemarau menerapkan sistem gilir air sebagai upaya menyikapi menurunnya debit air pengairan sehingga lahan pertanian tetap bisa berproduksi.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan curah hujan di wilayah sentra pertanaman masih cukup terbatas meski sebagian daerah sudah memasuki musim penghujan. Petani masih mengalami hambatan dalam musim tanam pertama akhir tahun ini.

“Ini sudah masuk Desember tapi kita belum bisa lakukan akselerasi tanam karena hujan terbatas. Ini memprihatinkan untuk kita semua,” kata Amran dalam sambutannya pada penandatanganan kerja sama pembangunan pertanian dengan panglima TNI di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Amran menjelaskan, musim kemarau El Nino yang melanda Indonesia tahun ini masuk pada kategori Gorila El Nino atau tingkatan terparah. Alhasil, lahan-lahan sawah yang saat ini bisa ditanami hanya yang masuk dalam wilayah irigasi.

“Sekarang ini iklim ekstrem. Kami baru pulang dari Jawa Tengah, Kalimantan, Sumatra, ada hujan tapi belum berkesinambungan sehingga kita belum bisa tanam kecuali irigasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Amran, Kementan tengah memfokuskan lahan-lahan rawa yang sebelumnya tidak digunakan atau belum produktif. Ia mengklaim, sedikitnya sudah ada 400 ribu lahan rawa yang telah ditanami padi di wilayah Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur.

Lebih lanjut, Amran mengatakan, meski pemerintah telah membuka keran impor beras sebanyak 3,5 juta ton tahun ini, bukan berarti ketersediaan domestik akan aman. Ia mengungkapkan sedikitnya sudah 22 negara saat ini yang menyetop ekspor untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri.

Oleh karena itu, mau tidak mau produksi dalam negeri harus segera diupayakan untuk kembali meningkat dan memenuhi kebutuhan domestik.

Dalam paparannya, Amran mengungkapkan, importasi dibuka pada tahun ini karena produksi yang turun dan setara dengan kebutuhan dalam negeri.

Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik, total produksi beras 2023 turun satu juta ton menjadi 30 juta ton. Sementara, kebutuhan dalam negeri pada level sama yakni 30 juta ton. Produksi beras sebelumnya tercatat stagnan 31 juta ton sejak 2019, sedangkan kebutuhan terus meningkat dari tahun 2019 lalu hanya 28 juta ton.

“Jadi antara kebutuhan dan produksi sama, sehingga kita butuh cadangan 3,5 juta ton. Kalau ini (penurunan produksi) kita tidak cegah, (impor) bisa meningkat lagi tahun depan. Persoalannya, kalau kita tiba-tiba butuh impor tapi negara lain tidak memberikan, itu bisa masalah besar bagi kita,” ujarnya.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler