Femisida Langsung Vs tidak Langsung, Apa Bedanya?

Cegah kekerasan gender, masyarakat diminta peka terhadap lingkungan.

Pixabay
Perempuan depresi (Ilustrasi). Femisida berbeda dari pembunuhan biasa karena femisida mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, maupun agresi.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani meminta masyarakat agar peka terhadap lingkungan sekitar. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender.

"Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender," kata Andydalam seminar daring bertajuk "Memahami Femisida sebagai Bentuk Kekerasan Gender Terhadap Perempuan", di Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar, lanjut Andy, masyarakat dapat menyikapi secara cepat dan tepat kekerasan berbasis gender, khususnya dalam relasi intim dan kekerasan seksual.

"Dengan masyarakat lebih peka terhadap lingkungan diharapkan dapat mencegah terjadinya femisida langsung maupun femisida tidak langsung," katanya.

Andy menjelaskan femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukkan, penguasaan, dan pandangan terhadap perempuan sebagai barang kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya. Femisida berbeda dari pembunuhan biasa karena femisida mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, maupun agresi.

Dalam kesempatan tersebut, Andy mencontohkan kasus kematian pendeta Flo atau Florensye Selvin Gaspersz di Maluku. Peristiwa tersebut tergolong bentuk femisida tidak langsung.

"Pendeta Flo dikenali oleh lingkungannya sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suaminya, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa ini merupakan kasus pembunuhan," katanya.

Andy menyebut bahwa kekerasan yang dialami Flo menyebabkan dia tidak dapat menjalankan tugas pelayanan kepada jemaat. Alhasil, Flo pun kehilangan mata pencarian.

Baca Juga


Dua hari sebelum Flo ditemukan meregang nyawa, menurut Andy, suami Flo melakukan penganiayaan fisik. Tindakan tersebut dilakukan kepada Flo di depan masyarakat.

"Para pemuka masyarakat melaporkan tindakan suami Flo kepada kepolisian, tetapi tidak ada tindakan yang diambil dengan alasan bahwa laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT ) harus dilakukan oleh korban langsung," katanya.

Kemudian intimidasi psikis dilakukan oleh suami Flo melalui percakapan pada aplikasi perpesanan pada hari berikutnya.

"Ini menyebabkan pendeta perempuan tersebut mengurung diri sebelum keesokan harinya ditemukan tak bernyawa. Polisi melakukan penyelidikan lanjutan dan mengkonfirmasi bahwa ini adalah kasus bunuh diri," kata Andy.

Sementara itu, menurut Komnas Perempuan, kasus ini tergolong femisida tidak langsung. Sebab, jenis kekerasan dan dampak berbasis gender menjadi pemicu keputusan bunuh diri yang diambil oleh korban.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler