KFC dan Starbucks di Mesir Langgar Aturan Ketenagakerjaan, Berdalih Imbas Boikot

KFC dan Starbucks tidak membayar kompensasi pada karyawan karena penurunan penjualan.

EPA-EFE/MAXIM SHIPENKOV
Gerai KFC.
Rep: Retno Wulandhari Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan yang terkena boikot akibat pro Israel melanggar aturan ketenagakerjaan di Mesir. Gerakan boikot telah membuat penjualan turun drastis dan langsung dialirkan pada manfaat kerja karyawan.

Seorang juru masak di cabang lokal Kentucky Fried Chicken (KFC) mengatakan kepada The New Arab, bahwa gaji staf lokal dipotong setelah manajemen memberi tahu mereka tentang kesulitan keuangan, yang dialami perusahaan karena penurunan penjualan.

Baca Juga



Koki itu mengatakan perusahaan langsung menghukum para pekerja atas boikot tersebut. Sebelumnya, saat perusahaan menghasilkan keuntungan besar hingga miliaran pound, mereka tidak pernah memberikan bagi hasil kepada staf. Padahal, ada kontrak kerja yang secara hukum menjamin hak-hak mereka.

“Banyak rekan yang terkena PHK atau terpaksa keluar karena tekanan saat ini mencari pekerjaan di restoran lokal, tetapi skala pembayarannya tidak sebaik dulu di KFC,” ujarnya dilansir dari The New Arab (TNA), Senin (4/12/2023).

Ribuan pekerja di Mesir saat ini berisiko kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari kampanye boikot terhadap merek dan waralaba Barat, yang dianggap mendukung genosida Israel di Jalur Gaza. Gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) baru-baru ini menerbitkan daftar hitam perusahaan yang beroperasi di berbagai sektor.

Merek yang masuk daftar hitam itu, antara lain Starbucks, McDonald's, H&M dan lainnya. Bulan lalu, Media lokal Maroc Hebdo melaporkan Starbucks dan H&M akan menutup gerainya secara permanen di Maroko karena rendahnya penjualan akibat boikot.

Boikot telah menimbulkan kerugian besar pada perekonomian nasional dan pasar tenaga kerja Mesir. Semua waralaba Barat di Mesir mempekerjakan tenaga kerja lokal, menggunakan bahan-bahan yang diproduksi secara lokal, dan membayar pajak kepada pemerintah.

Di Mesir, sejumlah perusahaan dalam beberapa pekan terakhir telah mengurangi jumlah tenaga kerja. Mereka dilaporkan tidak memberikan hak finansial yang sah kepada para pekerja. Sementara itu, perusahaan lain telah mengurangi tunjangan karyawan, seperti makan dan lembur.

Seorang kasir di Starbucks Mesir juga mengatakan boikot terhadap waralaba tersebut telah berdampak buruk pada keuntungan perusahaan di cabang-cabang di seluruh negeri, yang kemudian berdampak pada manfaat yang pernah dinikmati para pekerja.

“Awalnya, perusahaan mengurangi jumlah shift harian dari tiga menjadi dua, kemudian menjadi satu shift, yang menghemat uang mereka namun menyebabkan puluhan pekerja kehilangan pekerjaan mereka, memberhentikan banyak karyawan dan memberikan cuti terbuka yang tidak dibayar,” kata kasir tersebut.

Kasir tersebut juga mengatakan Starbucks Mesir bahkan belum membayar kompensasi apa pun kepada para pekerja yang diberhentikan. Ini jelas melanggar undang-undang ketenagakerjaan Mesir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler