Kembali Mengejar Prestasi Lewat Naturalisasi

Timnas tangguh dan bersaing di level internasional jadi ujung program naturalisasi.

DOK PSSI
Justin Hubner (kiri) dan Ivar Jenner, dua pemain naturalisasi Indonesia sepanjang tahun 2023 ini.
Red: Endro Yuwanto

Oleh : Endro Yuwanto/Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Justin Hubner menambah panjang daftar nama pemain naturalisasi di pentas sepak bola Indonesia. Bek tengah berusia 20 tahun itu pada Rabu, 6 Desember 2023, menyusul dua rekannya, Ivar Jenner dan Rafael Struick, yang sudah lebih dulu dinaturalisasi.

Pesepak bola naturalisasi sepanjang sejarah sepak Indonesia sudah mencapai sekitar 40-an orang. Dari jumlah sekitar 40 pemain naturalisasi itu, sebagian besar dari Eropa, utamanya dari Belanda. Ada pula dari benua Amerika, Afrika, dan Asia, tetapi jumlahnya tidak menonjol.

Pemain pertama yang dinaturalisasi oleh Indonesia adalah Van der Vin. Kiper berdarah Belanda ini dinaturalisasi lewat permintaan PSSI untuk membela timnas Indonesia pada 1950 silam. Seiring berjalannya waktu, program naturalisasi mulai dilupakan. Setelah itu, timnas Indonesia lebih sering mengandalkan pemain dalam negeri yang kemudian menelurkan berbagai prestasi.

Program naturalisasi pemain mulai gencar dilakukan di era PSSI pimpinan Nurdin Halid pada 2003-2011 hingga kini. Kehadiran timnas Indonesia yang tangguh dan bisa bersaing di level internasional menjadi ujung dari program naturalisasi pemain ini.

Sejak saat itu, keran naturalisasi pemain seolah terus terbuka. Nama-nama pemain seperti Kim Jefrey Kurniawan, Rafael Maitimo, Sergio van Dijk, hingga Jhon van Beukering dinaturalisasi lantaran memiliki darah Indonesia, baik dari pihak ayah ataupun ibu.

Proses naturalisasi pemain juga tak hanya disponsori oleh PSSI. Sejumlah pemain yang telah malang-melintang di Liga Indonesia, seperti Cristian Gonzalez, Bio Paulin, Esteban Vizcarra, Greg Nwokolo, Herman Dzumafo, Alberto 'Beto' Goncalves, rela berganti kewarganegaraan demi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).

Meski sebenarnya tak ada parameter baku untuk menilai kesuksesan program naturalisasi pemain, kiprah timnas Indonesia di panggung kompetisi internasional setidaknya bisa menjadi acuan. Maklum, ujung dari proses naturalisasi pemain ini tentu adalah prestasi timnas.

Sudah menjadi rahasia umum, sejumlah negara besar sepak bola dan langganan lolos Piala Dunia selalu disokong pemain naturalisasi. Sebut saja Prancis, Jerman, Turki, Senegal, dan Maroko.

Kehadiran para pemain naturalisasi memang diharapkan bisa memberikan kontribusi besar dalam upaya mengharumkan nama bangsa di pentas sepak bola internasional. Termasuk di Indonesia. Namun sayang terhitung sejak 2010, timnas Indonesia belum berhasil menorehkan prestasi membanggakan di semua kompetisi level senior.

Di Piala AFF 2010, Indonesia hanya mampu menjadi runner-up. Pun dengan capaian skuad Garuda kala tampil di Piala AFF 2016 dan 2020. Bahkan, di turnamen paling bergengsi di kawasan Asia Tengara pada edisi 2012, 2014, dan 2018, Indonesia gagal melewati fase penyisihan grup.

Pemain-pemain naturalisasi Indonesia itu pun tidak sertamerta bisa langsung menembus timnas. Sebagai contoh, Jhon van Beukering tercatat hanya satu kali merumput buat tim Merah Putih.

Dari sederet nama pemain naturalisasi, Cristian Gonzalez dinilai menjadi yang paling sukses dalam hal keberhasilan menembus timnas termasuk meloloskan Indonesia di final Piala AFF 2010. Penyerang kelahiran Uruguay itu menjadi pemain naturalisasi dengan caps terbanyak buat timnas Indonesia, sebanyak 29 kali.

Lantaran dari puluhan pemain namun hanya segelintir yang berprestasi, program naturalisasi pun kerap dikritik mulai melenceng dari tujuan besarnya. Sejumlah pemain naturalisasi, meski tidak semua, justru kesulitan bertahan dan beradaptasi dengan kultur sepak bola Indonesia. Belum lagi dengan sorotan soal kegagalan PSSI dalam melakukan pembinaan pemain muda yang berujung dengan mengambil solusi instan via naturalisasi pemain.

Namun demikian, jumlah pemain naturalisasi kemungkinan bakal terus bertambah. Pasalnya, Ketua Umum PSSI Erick Thohir telah menegaskan untuk terus melanjutkan program naturalisasi.

Namun demikian, berbeda dengan periode-periode sebelumnya, PSSI menjamin akan lebih berhati-hati dan tidak lagi serampangan dalam memilih pemain untuk masuk dalam program naturalisasi. Ada perubahan arah kebijakan program naturaliasi yang dilakukan PSSI saat ini. Sebelumnya, para pemain naturalisasi biasanya sudah melewati usia puncak pesepak bola dan langsung dipercaya menghuni timnas senior.

PSSI kini lebih memilih untuk melakukan naturalisasi pemain-pemain muda dengan kriteria penilaian ketat. Tekad ini pun terlihat dengan rata-rata pemain yang telah dinaturalisasi PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir yang didominasi para pemain muda.

Sebut saja pemain-pemain seperti Rafael Struick, Ivar Jenner, dan kini Justin Hubner yang berusia 20 tahun saat mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Hal ini tak lepas dari fokus utama pembentukan timnas dengan mengandalkan pembinaan secara berjenjang.

PSSI tentu diharapkan terus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap program naturalisasi pemain. Naturalisasi pemain sejatinya bisa dibilang hanya pelengkap dari rencana besar dan langkah strategis yang mesti dirumuskan PSSI untuk bisa membangun timnas yang kompetitif dan tangguh.

Ada sejumlah aspek yang sebenarnya jauh lebih penting dalam usaha membangun timnas yang tangguh, seperti pembinaan pemain sejak usia dini dan membangun iklim kompetisi liga lebih sehat yang pada akhirnya bisa menyuplai pemain-pemain mumpuni, tidak hanya soal kemampuan, tapi juga karakter tepat dan kuat untuk membawa nama bangsa di kancah sepak bola internasional. Semoga.


Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler