Dituduh Bekerja Sama dengan Hamas, Israel Tangkap 35 Pekerja Medis di Gaza

Penangkapan dilakukan selama Israel melakukan invasi darat ke Gaza.

AP Photo/Abed Khaled
Seorang wanita Palestina yang terluka dibawa ke rumah sakit al-Shifa, menyusul serangan udara Israel di Kota Gaza, Jalur Gaza tengah.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Tentara pendudukan Israel menangkap 35 pekerja medis di rumah sakit di Jalur Gaza, termasuk dokter dan pengemudi ambulans, selama invasi darat. Mereka ditangkap karena diduga bekerja sama dengan Hamas.

Baca Juga


Stasiun radio Israel, Kan 11 melaporkan, tentara Israel, bekerja sama dengan badan intelijen Shin Bet, menangkap personel medis selama invasi darat dengan menyerbu rumah sakit dan kompleks medis di Jalur Gaza. Stasiun radio tersebut mengatakan, selama invasi darat ke Jalur Gaza, tentara pendudukan menyerbu Rumah Sakit Al-Shifa, Rumah Sakit Indonesia, Rumah Sakit Al-Rantisi di Kota Gaza, dan Rumah Sakit Muhammad Youssef Al-Najjar di Rafah.

Israel mengeklaim, petugas medis yang ditangkap memberikan bantuan kepada Faksi perlawanan Palestina dan bekerja sama dengan Hamas.

Mereka yang ditangkap termasuk Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Dr Muhammad Abu Salmiya, yang penahanannya diperpanjang pekan oleh pengadilan Israel selama 45 hari. Dia diduga membantu musuh selama masa perang dan memberikan bantuan kepada organisasi teroris.

Menurut tuduhan Israel, ada bukti bahwa RS Al-Shifa digunakan sebagai markas utama Hamas, yang menggunakan banyak sumber daya, termasuk listrik, untuk memelihara sistem terowongan yang dibangun di bawah rumah sakit.  Selain itu, Hamas menyimpan banyak senjata di dalam dan sekitar rumah sakit. Tuduhan Israel ini dibantah oleh Hamas dan pemerintahan Kompleks Shifa.

Pekan lalu, Shin Bet menerbitkan rincian baru yang menurut mereka diperoleh dari hasil interogasi para pejuang yang berafiliasi dengan Hamas, yang menyusup ke Israel pada 7 Oktober. Dalam laporan itu, Hamas menculik dua warga negara Thailand dan membawa mereka ke Rumah Sakit Al-Shifa.

Juru bicara Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), James Elder mengatakan, rumah sakit di Gaza telah menjadi medan pertempuran. Elder menegaskan bahwa kondisi untuk memberikan bantuan di Gaza sangat sulit, serta situasinya sekarang suram dan mematikan.

Elder menjelaskan, intensitas penembakan menghambat penyediaan bantuan kemanusiaan di Gaza. Selain itu terdapat kekurangan air bersih dan makanan.

Elder menambahkan, masyarakat di Gaza sangat membutuhkan air, makanan dan obat-obatan. Banyak anak-anak di Gaza datang ke rumah sakit dengan kondisi patah tulang dan pecahan peluru menembus tubuh mereka.

“Saya pergi ke rumah sakit di sini dan ketika mortir atau bom menghantam sebuah bangunan tempat tinggal, anak-anak di gedung itu, mereka tidak henya menderita satu cedera. Ada patah tulang, ada pecahan peluru, ada luka di mata, ada luka bakar yang sangat parah. Saya rasa, saya belum pernah melihat serangan terhadap anak-anak sebesar ini sebelumnya,” kata Elder.

Sejak 7 Oktober, Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat dan Eropa, telah melancarkan perang dahsyat di Jalur Gaza. Pengeboman Israel ini menyebabkan kehancuran besar-besaran dan puluhan ribu korban sipil, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak. Serangan Israel di Gaza menyebabkan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler