Israel Melawan PBB Berkali-kali
Langkah Israel melawan PBB tidak lazim bagi negara anggota lembaga dunia tersebut
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel mengumumkan keputusan cabut visa residensi Koordinator Kemanusiaan PBB Lynn Hasting. Pengumuman ini diunggah Menteri Luar Negeri Eli Cohen di media sosial X.
"Seseorang yang tidak mengecam pembantaian brutal Hamas yang menewaskan 1.200 orang Israel tapi mengecam Israel, negara demokratis untuk melindungi warganya sendiri, tidak bisa bekerja di PBB dan masuk Israel," kata Cohen dalam unggahan tersebut, Rabu (6/12/2023).
Namun insiden ini hanya peristiwa terbaru dari serangkaian bentrokan antara Israel dan PBB mengenai perang di Gaza. Langkah Israel melawan PBB tidak lazim bagi negara anggota lembaga dunia tersebut.
Pengusiran Hasting diawal pernyataanya pada Senin (5/12/2023) lalu. "Kondisi yang memungkinkan bantuan dikirimkan ke rakyat Gaza tidak ada," katanya.
Pejabat PBB itu juga memperingatkan "bila memungkinkan, bahkan dengan skenario paling buruk akan terjadi, salah satunya operasi kemanusiaan mungkin tidak dapat meresponnya." Ia merujuk pada kembalinya Israel membombardir Gaza setelah gencatan sementara selama satu pekan berakhir dengan kegagalan.
Israel menanggapinya dengan mengusir Hasting dari daerah pendudukan Palestina. Langkah ini menandai kemunduran terbaru dalam hubungan erat Israel dengan PBB. Pada 25 Oktober lalu Duta Besar Israel di PBB Gilad Erdan mengatakan negaranya akan menolak permintaan visa pejabat PBB.
Pernyataan ini disampaikan setelah Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengkritik Israel yang meminta warga Palestina di utara Gaza mengungsi ke selatan. Guterres mengatakan serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu tidak terjadi "begitu saja." Karena selama "56 tahun rakyat Palestina menderita karena penjajahan."
Sebelumnya pada 18 Oktober setelah Israel membom Rumah Sakit Ahli Arab di Gaza, Guterres mendesak adanya gencatan senjata. Ia juga mengecam hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina.
Israel sebut Guterres tak cocok pimpin PBB....
Pada 14 November lalu Cohen mengatakan Guterres tidak cocok memimpin PBB karena ia tidak cukup mengecam Hamas. Pada 29 November lalu Wartawan Israel, Almog Boker, menuduh salah satu tawanan yang dibebaskan selama gencatan senjata sementara ditahan seorang guru sekolah yang dikelola Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA).
Pada 1 Desember UNRWA merilis sebuah pernyataan yang menyebut tuduhan ini tidak berdasar.
"UNRWA dan badan-badan lain di PBB meminta wartawan tersebut untuk memberikan lebih banyak informasi mengenai apa yang kami anggap sebagai tuduhan yang sangat serius. Meskipun sudah berulang kali diminta, wartawan tersebut tidak memberikan tanggapan," kata UNRWA dalam pernyataan itu.
Agresi Israel terhadap UNRWA tidak hanya terbatas pada tuduhan pada gurunya. Beberapa sekolah UNRWA menjadi target pemboman Israel.
Pada tanggal 18 November, dilaporkan sedikitnya 50 orang tewas dalam serangan Israel di sekolah Al Fakhoura. Pada tanggal 23 November, dilaporkan 27 orang tewas dalam serangan Israel terhadap sekolah Abu Hussein. Sedikitnya 47 bangunan UNRWA rusak selama perang.
Saat ini UNRWA menampung sekitar 1,2 juta warga sipil dua pertiga dari seluruh pengungsi di Gaza di tempat penampungannya di bagian utara dan selatan Jalur Gaza.
Hingga saat ini sedikitnya 130 staf UNRWA terbunuh dalam pengeboman Israel selama perangnya di Gaza. Angka tertinggi personel PBB yang tewas dalam konflik dalam sejarah organisasi tersebut.