Kasus Pembunuhan Anak di Jagakarsa, Bukti Kurangnya Kepedulian Tetangga?

Tetangga pun mengambil pelajaran penting dari kejadian di Jagakarsa.

Republika/Alkhaledi Kurnialam
Proses evakuasi empat jenazah anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan yang diduga meninggal karena dikunci di dalam kamar oleh ayahnya sendiri, Rabu (6/12/2023).
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan belakangan ini mendapat perhatian publik. Penemuan empat jasad bocah menyoroti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang masih menjadi masalah hingga saat ini.

Menanggapi ini, pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti angkat bicara. Perlu diingat bahwa kekerasan tidak hanya dilakukan oleh mereka yang melakukannya tapi mereka yang tidak acuh pada kasus kekerasan.

Tidak hanya melakukan tapi ikut serta membantu atau tahu kekerasan malah diabaikan. Itu juga termasuk kekerasan," kata Retno kepada Republika.co.id, Jumat (8/12/2023).

Baca Juga



Melihat rentetan latar belakang kasus di Jagakarsa, termasuk ketika sang ibu mengalami KDRT, sudah seharusnya warga sekitar melaporkan ke pihak berwajib sebelum menimbulkan korban lebih banyak. Sebab, jika dibiarkan saja, berarti termasuk kategori melakukan kekerasan.

Retno meminta agar masyarakat peduli dengan keadaan tetangga. Bukan sebagai ikut campur, tapi tindakan ini membutuhkan kepedulian sekitar agar kasus serupa tidak terjadi.

"Yang masih hidup ibunya, lewat dia bisa dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait motif. Sehari-hari kekerasan apa yang dilakukan terhadap istri dan berdampak juga pada anak. Kalau memang karena kelaparan, tidak punya uang dan pekerjaan, memang dibutuhkan kepedulian sekitar," ujarnya.

Terkait dari berbagai dugaan motif, menurut Retno, sebenarnya ini bisa dilaporkan ke dinas sosial. Terlebih, anggaran dinas sosial di Jakarta cukup banyak yang sebenarnya bisa menolong sebelum memakan korban.

Opsi lain, bisa juga pengasuhan anak dipindahkan dengan dititipkan ke panti asuhan milik negara. Cara ini bisa membuat anak-anak mendapat hidup lebih baik dan bisa sekolah.

"Tapi mungkin ini tidak ada yang melapor dan menolong, sehingga korban sangat banyak. Tentu miris dan seharusnya tidak terjadi lagi di Jakarta yang secara anggaran sangat besar," ucapnya.

Pelajaran Penting Bagi Tetangga

Salah seorang warga, Dedy Kusuma Bakti, mengatakan bahwa ia sebagai tetangga mengambil pelajaran penting dari kejadian di Jagakarsa. Dedy berharap kejadian yang menjadi sorotan publik ini dapat menjadi bahan koreksi bagi semua untuk selalu menjaga kerukunan hidup bertetangga, sehingga tetangga dan warga lain dapat membantu mencarikan solusi bila ada persoalan di dalam keluarga.

"Banyak pelajaran penting di sini. Bagaimana kejadian ini dapat menjadi koreksi bagi kita semua. Masyarakat bertetangga, segala sesuatu penting kita kembalikan ke atas. Pelajaran lain adalah saling menjaga kerukunan," kata Dedy, Jumat (8/12/2023).

Dedy menyebut antar sesama warga apalagi bertetangga harusnya menjaga keakraban sesama. Karena sejatinya tetangga, menurut Dedy, adalah keluarga. Karena bila ada sesuatu hal terjadi, yang lebih duluan tahu adalah tetangga. Apalagi, masyarakat perantau yang sanak keluarganya berada di kampung halaman, sehingga yang menjadi keluarga dan kerabat dekatnya adalah tetangga.

"Keluarga terdekat sehari-hari itu adalah tetangga. Kalau ada apa-apa tetangga duluan yang tahu," ujar Dedy.

Dedy menyebut zaman sekarang sudah terjadi pergeseran budaya dalam bertetangga. Sekarang, tetangga yang rumahnya bersebelahan tidak terlalu akrab, sehingga ketika ada kejadian, tetangga juga tidak tahu mesti berbuat apa karena tidak paham persoalan yang terjadi dan secara emosional tidak dekat.

Dedy menyerukan kepada semua warga, apalagi perantau atau pendatang yang kemudian berdomisili di sebuah lingkungan, supaya kembali membudayakan saling rukun bertetangga dan sesama warga. Dengan begitu, kejadian seperti yang terjadi di Jagakarsa tidak lagi terulang.

Pada Rabu (6/12/2023), empat anak berinisial V (6 tahun), S (4 tahun), A (3 tahun), dan A (1 tahun) ditemukan tewas membusuk di sebuah kontrakan di RT 04/03, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mereka diduga dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri, yakni Panca Darmansyah (41 tahun).

Pancadiketahui sempat mencoba bunuh diri saat rumah kontrakan dibuka paksa warga. Ketua RT 04/03 Kelurahan Jagakarsa, Yakub, menyayangkan keluarga dari Panca dan istri membiarkan empat anak pasutri tersebut untuk dirawat ayahnya seorang diri. Padahal, PD diduga baru saja melakukan KDRT kepada istrinya pada Sabtu (2/12/2023) hingga muntah darah.

"Makanya di situ yang saya sayangkan. Di situ ada neneknya, kan ada kakeknya ada ponakan, bawalah. Sayang banget anaknya cantik-cantik yang perempuan. Anaknya masih kecil-kecil. Saya udah tua ya nggak tega ngelihatnya," ujar Yakub di Jagakarsa, Rabu (6/12/2023) malam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler