Potensi Sampah Biomassa Sebagai Bahan Co-firing PLTU Jeranjang Lombok Barat, NTB
Potensi sampah biomassa di tanah air cukup besar. Jika dikumpulkan dan diolah menjadi briket bisa mengurangi konsumsi batu bara di PLTU.
Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap alias PLTU di dalam negeri terus meningkat. Tercatat mencapai 130 juta per tahun atau hampir 11 juta ton per bulan. Kebutuhan pasokan batu bara untuk PLTU milik PLN diperkirakan akan terus melonjak. Bahkan pada 2024 diproyeksikan angkanya dapat mencapai 131 juta ton per tahun. Pasokan listrik RI sekitar 65% saat ini masih mengandalkan batu.
Salah satu bahan bakar yang cocok diterapkan sebagai energi terbarukan untuk pembankit listrik adalah briket sampah biomassa. Caranya yaitu sampah diolah menjadi pellet atau briket yang pada akhirnya dapat digunakan untuk bahan bakar kompor anglo dan gasifier untuk pembangkit listrik.
Seperti pemanfaatan limbah biomassa menjadi briket sampah yang sudah bisa digunakan untuk co-firing seperti yang di lakukan di PLTU Jeranjang, Nusa Tenggara Barat. Selain itu briket sampah biomassa juga bisa dijual ke industri lain yang membutuhkan.
Potensi sampah biomassa di sekitar wilayah Mataram cukup besar. Dalam sehari bisa 7 ton sampah yang berhasil dikumpulkan dan diubah menjadi briket dengan nilai kalori tertinggi diperoleh dari briket daun kering sebesar 4004 cal/gr. Jumlah sebanyak itu bisa mengurangi konsumsi batu bara sekitar 5% pada PLTU. Selain itu jumlah emisi hasil briket biomassa ini sama dengan batu bara, apalagi lingkungan juga lebih bersih
Seperti diketahui, co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara di PLTU. PLN berencana untuk dapat melakukan cofiring pada 52 lokasi PLTU batu bara eksisting sampai dengan tahun 2024.
Karena itu perluadanya dukungandari berbagai pihak termasuk dari akademisi untuk terus mengembangkan teknologi pengolahan sampah biomassa menjadi bahan co-firing misalnya dengan merancang dan menguji alat pencacah sampah model hybrid dan memproduksi briket biomassa untuk menjadi briket sebagai bahan bakar di PLTU.
Pengembangan teknologi dilakukan dengan cara merancang dan menguji alat pencacah sampah biomassa. Selanjutnya dilakukan proses fermentasi hasil cacahan lalu dicetak menjadi briket. Sejumpah mesin pencacah sampah organik saat ini mempunyai sistem transmisi berupa pully.
Gerakan putaran dari motor bensin ke pully 1 ditransmisikan ke pully 2 dengan menggunakan V-belt, ketika motor bensin dihidupkan maka motor bensin akan berputar kemudian putaran ditransmisikan oleh V- belt untuk menggerakan kedua poros hingga poros menggerakan mata pisau pencacah. Jika kedua poros beputar maka sampah organik siap dimasukan kedalam penampung atau hopper input sampah menuju proses pencacahan akan tercacah dengan bentuk partikel kecil. Rancang bangun alat pencacah sampah organik menggunakan motor dynamo penggerak dengan starter listrik.
Desain Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan mesin antara lain: Mesin gerinda, ragum, mesin las, mesin bor, jangka sorong, palu, timbangan, stopwatch, penggaris, meteran, dan kunci ring/pas. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mesin antara lain: baja poros, baja siku, pulley, belt, bearing, baut dan mur, plat baja, motor bakar, V-belt tipe B, dan biomassa. Desain mesin pencacah sampah pada penelitian ini didesain menggunakan software solidwork.
Motor bakar dihidupkan yang menggerakkan sistem transmisi pulley dan belt, putaran diteruskan ke poros yang terhubung dengan mata pisau pencacah (bergerak) dan mata pisau tetap, bahan uji yang masuk melalui saluran masuk ditarik oleh mata pisau penarik sehingga masuk ke ruang pencacah. Selanjutnya, hasil cacahan keluar melalui hopper output (saluran keluar) dan ditampung dengan wadah yang telah disiapkan.
Spesifikasi motor listrik yang digunakan adalah : Merek ADK Electric Motor, tipe YC-802-4, daya 1,5 HP, putaran 1400 rpm, tegangan 220 V, arus motor 4,2 A, frekuensi 50 Hz, dan berat 11 Kg (Ibriza, F., & Wiseno, E. 2022).
Pembuatan briket sampah biomassa
Produksi briket dilakukan dengan cara menempatkan sampah biomassa yang telah dicacah tersebut dalam wadah selama empat hari untuk proses fermentasi dengan menambahkan carian bioaktivator ke timbunan cacahan sampah biomassa. Hasil fermentasi cacahan sampah biomassa tersebut selanjutnya dicetak menggunakan paralon ukuran 2 inci atau langsung dikepal. Hasil cetakan atau kepalan seukuran diameter 4 cm tadi dijemur baik di bawah terik matahari langsung ataupun di tempat yang bernaung untuk menahan dari air hujan yang bisa turun sewaktu waktu.
Sehingga diperoleh data rancangan mesin pencacah sebagai berikut::
Daya listrik yang digunakan sebesar 372 watt, kecepatan putaran sproket yang digunakan 700 rpm, perbandingan rasio transmisi yang akan digunakan 1.1, panjang keliling rantai yang akan digunakan 1114 mm, kemudian putaran output shaft gearbox yang digunakan 14 rpm, dan kapasitas dalam per menit sebesar 1,6 kg.
Poros yang digunakan bahan ST 37 dengan tegangan yang diijinkan sebesar 44,395 kg/mm2, tegangan geser bahan poros sebesar 0,545 kg/mm2, dan momen torsi input dan output shaft gearbox sebesar 77,224 kg.mm.
Gaya potong pisau sebesar 13.4265 N, dan torsi gaya pemotongan 1.007 Nm. Bantalan tipe ball bearing, beban ekuivalen bantalan A dan B masing-masing 2,63 kg dan 4,72 kg, faktor kecepatan bantalan sebesar 1,334, faktor umur bantalan sebesar 9,6 dan umur nominal bantalan sebesar 6516 jam kerja. Sesuai perhitungan di atas hasil pencacahan kurang lebih 1,6 kg dalam waktu 1 menit.
Hasil pembuatan briket
Hasil rancangan berupa mesin pencacah biomassa. Dari hasil uji performan kerja diperoleh kapasitas kerja alat bisa mencapai 58,8 kg/jam atau tergantung jumlah input biomassa ke dalam hopper. Presentase rendemen sebesar 95,2 % dan penggunaan daya listrik 0,5 hp yang efektif sebesar 0,025 liter dengan kecepatan 1900 rpm.
Jumlah produksi briket meningkat sesuai input bahan ke mesin, pada uji coba diperoleh 17 kg briket dari 17 kg bahan biomassa.
Co-firing di PLTU Jeranjang, Lombok Barat
Salah satu distributor biomassa serbuk kayu yang digunakan untuk co-firing PLTU Jeranjang di Lombok Barat mengaku dalam satu bulan dapat menyediakan hingga 300 ton serbuk kayu untuk co-firing di PLTU Jeranjang, Lombok Barat, NTB, seperti dikutip dari laman Ruangenergi, 6 Desember 2023 .
Proses penyediaan serbuk kayu atau woodchip harus melewati beberapa tahapan agar siap digunakan untuk co-firing. Dimulai dari mencari serbuk di tempat penimbunan atau pemotongan kayu, kemudian dikarungi dan dibawa ke penampungan (shelter) untuk pengeringan terlebih dahulu, hingga kemudian dilakukan pengiriman ke PLTU Jeranjang.
PT PLN (Persero) terus menggencarkan program co-firing atau penggunaan biomassa sebagai bahan bakar pengganti dari batu bara untuk PLTU. Selain untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target net zero emission, program co-firing juga menggerakkan perekonomian masyarakat.
Selain itu salah satu distributor sekam padi untuk co-firing PLTU Jeranjang menyebut sekam padi yang dihasilkannya kini bernilai ekonomi dan bisa mendatangkan manfaat. Yaitu mampu menyuplai sekam padi ke PLTU Jeranjang per bulan sebanyak 400 sampai 600 ton. Yang diperolehnya dari beberapa produsen sekam padi di Lombok Tengah.
Dalam menuju transisi energi bersih, PLN tidak berjalan sendiri. PLN berkolaborasi dengan melakukan pemberdayaan masyarakat misalnya dalam penggunaan co-firing.
Sehingga melalui program co-firing tidak hanya bermaksud mengganti batu bara dengan biomassa, tetapi juga membangun rantai pasok biomassa yang andal dengan melibatkan masyarakat yang dalam penyediaannya memiliki dampak ekonomi untuk masyarakat secara langsung. Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global. Untuk terus menjaga keberlangsungan pasokan biomassa, PLN juga telah merintis pembangunan rantai pasok melalui program pendampingan, pilot project pengembangan skala kecil sampai dengan komersialisasi biomassa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Penulis
Dr. -Ing. Salman, ST., MSC
Dosen Teknik Mesin Universitas Mataram