Majelis Hakim Tolak Eksepsi Andhi Pramono

Andhi didakwa menerima gratifikasi Rp 58,9 miliar.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makasar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono saat menjalani sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12/2023). Majelis Hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa Andhi Pramono dalam sidang kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp58,9 miliar dan memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk melanjutkan persidangan ke tahap pembuktian.
Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak nota keberatan dari terdakwa mantan kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono dalam kasus dugaan korupsi menerima gratifikasi.

"Menyatakan nota keberatan dari kuasa hukum dan terdakwa Andhi Pramono tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto saat membacakan putusan sela dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melanjutkan perkara terdakwa Andhi Pramono.

"Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk dapat melanjutkan perkara Nomor 109/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst atas nama terdakwa Andhi Pramono, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum," tegas Djuyamto.

Hakim Djuyamto mengatakan sidang ditunda dan dilanjutkan kembali pada Rabu (20/12/2023) dengan agenda pembuktian. Kepada Majelis Hakim, JPU mengatakan akan menghadirkan 58 orang saksi dalam sidang tersebut.

"Tanpa mengurangi hak Saudara di dalam upaya membuktikan dakwaan Saudara, Saudara juga harus bisa menyortir saksi yang kira-kira bisa dikurangi, kurangi, dan hadirkan saksi yang betul-betul relevan dengan surat dakwaan," kata Djuyamto.

Dengan rencana keberadaan puluhan saksi dari JPU tersebut, Djuyamto mengatakan sedikitnya lima orang saksi dapat dihadirkan dalam sekali sidang berikutnya. "Karena 58 saksi, maka kita katakanlah dalam sidang seminggu sekali, paling tidak dalam sekali sidang, Saudara (JPU) harus bisa hadirkan lima orang saksi," tegas Djuyamto.

Sebelumnya, kuasa hukum Andhi Pramono, Edhhi Sutarto, mengatakan dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi yang diterima kliennya tidak berhubungan dengan jabatannya sebagai petinggi di Bea Cukai, Kementerian Keuangan.

"Penerimaan gratifikasi tersebut yang tidak ada hubungannya dengan kedudukan penerima sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Edhhi Sutarto saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Menurut Eddhi, jabatan yang diemban Andhi tidak memiliki kapasitas dalam mengurusi kepabeanan, seperti yang didakwakan JPU KPK. Dia juga mengatakan kliennya hanya melakukan kerja sama bisnis terkait ekspor dan impor tanpa melibatkan status terdakwa sebagai aparatur sipil negara (ASN).

JPU KPK mendakwa Andhi Pramono menerima gratifikasi dengan total Rp 58,9 miliar. Atas perbuatannya, Andhi Pramono didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca Juga


sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler