Tragedi Jagakarsa dan Bunuh Diri Sekeluarga di Malang, Pesan Ayah dan Sengkarut Ekonomi
Kasus Jagakarsa dan bunuh diri sekeluarga di Malang memiliki kesamaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua kasus pembunuhan dan bunuh diri tragis terjadi hanya dalam waktu beberapa hari. Pertama yakni kasus pembunuhan ayah terhadap anaknya di Jagakarsa. Polisi telah menetapkan Panca Darmansyah sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Kejadian kedua yakni tragedi bunuh diri satu keluarga di Malang, Jawa Timur. Dalam insiden tersebut, seorang ayah tewas bersama istri dan satu anaknya yang berusia 13 tahun.
Polisi menyatakan, sang istri dan anaknya terlebih dahulu meninggal diduga minum obat nyamuk, lalu menyusul si ayah.
Kasus tersebut memiliki kesamaan yakni sang ayah memberikan pesan khusus. Dalam kasus di Jakagarsa, Panca sempat menulis pesan, "Puas Bunda Tx For All".
“Dengan darah yang keluar dari badannya, yang bersangkutan membuat tulisan.
Tulisan itu yang ditemukan tulisan di lantai rumah tempat kejadian perkara tersebut,” ujar Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Henrikus Yossi, kepada awak media di Jakarta, Senin (11/12/2023)
Panca diketahui sempat hendak bunuh diri setelah menghabisi anaknya. Namun nyawanya tertolong. Belakangan diketahui, motif pembunuhan diduga karena cemburu. Selain itu, faktor ekonomi ditengarai ikut memperumit permasalahan rumah tangganya.
Adapun dalam kasus di Malang, sang ayah juga sempat menuliskan pesan kepada seorang anaknya yang masih hidup.
"Kakak jaga diri. Papa, mama, adik pergi dulu. Nurut uti, kung, tante, dan om. Belajar yang baik. Uang papa mama untuk pemakaman jadi satu. Love you kakak," tulis pesan Wahab kepada anaknya.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Gandha Syah Hidayat memastikan bahwa insiden ini adalah bunuh diri. Polisi menemukan pisau sertai gelas kosong yang sebelumnya diisi oleh obat nyamuk cair. Dari sejumlah keterangan saksi, diduga motif bunuh diri ini lantaran faktor ekonomi. Sang ayah yang juga guru SD itu diketahui beberapa kali meminjam uang dan meminta untuk penundaan pembayaran utang.
Masalah ekonomi
Sosiolog dari Universitas Negeri Padang, Erianjoni, menilai maraknya kasus pembunuhan, termasuk di dalam keluarga disebabkan oleh faktor ekonomi.
“Saya rasa persoalan keluarga itu berawal dari masalah ekonomi. Tekan ekonomi terjadi karena adanya tekanan sosial. Dan ketika sudah jadi tekanan mental, orang akan kalap dan tidak lagi berfikir sesuai logika sampai tega membunuh anggota keluarga,” kata Erianjoni, kepada Republika.co.id, Kamis (14/12/2023).
Erianjoni menyebut tekanan sosial saat ini banyak bersumber dari media sosial yang dapat diakses setiap saat dalam waktu 24 jam. Di sosial media, ada banyak konten orang yang pamer kemewahan yang membuat orang-orang yang berada pada kemampuan ekonomi biasa-biasa saja terpengaruh.
Orang yang terpengaruh ini, menurut Erianjoni, melakukan pemaksaan kehendak agar juga dapat hidup di level di atas kemampuannya. Sehingga ia kemudian terlilit utang, terjerat pinjaman online (pinjol) dan lain-lain.
Sehingga hal itu kemudian membuat seseorang menjadi stress yang dampaknya adalah hilangnya keramahan di dalam rumah tangga.
Erianjoni membagi ada tiga penyebab fenomena pembunuhan di dalam keluarga yang akhir-akhir ini sering terjadi. Pertama penyebab primer yakni masalah ekonomi. Penyebab sekundernya adalah adanya konflik di dalam keluarga. Seperti kecemburuan suami istri dan masalah asmara lainnya.
Setelah faktor primer dan sekunder ini berkumpul, lalu berujung kepada tindakan kekerasan atau KDRT dan bahkan sampai kepada perbuatan pembunuhan. “Faktor-faktor tadi menjadi satu lalu membuat orang gelap mata. Tega membunuh istri, membunuh suami, membunuh anak, membunuh orang tua,” ujar Erianjoni.
Contoh kasus terbaru yang menjadi sorotan publik adalah pembunuhan 4 anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan pekan lalu. Panca tega membunuh 4 buah hatinya karena sakit hati kepada istri.