RS Indonesia Jadi Markas Militer Israel, MER-C: WHO Punya Kewenangan untuk Mengusir

Rumah sakit merupakan institusi netral yang tidak boleh ditempati tentara.

Fadi Majed via AP
Jenazah yang tergeletak di luar rumah sakit Indonesia setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabaliya di pinggiran Kota Gaza, Selasa, (31/10/2023). Kini, RS Indonesia di Gaza dikuasai IDF.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Organisasi relawan kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) Indonesia akan segera berkirim surat ke Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) terkait Rumah Sakit Indonesia yang dijadikan markas pasukan Israel. Saat ini, para dokter dan pasien di RS Indonesia di Gaza sudah tidak ada, gugur dalam serangan Israel.

"Dalam beberapa hari ini, MER-C akan berkirim surat ke WHO agar badan kesehatan dunia itu mengirimkan tim investigasi ke sana," kata Presidium MER-C Indonesia Sarbini Abdul Murad saat dihubungi di Padang, Sumatra Barat, Kamis (22/12/2023).

Selain meminta WHO menyelidiki Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina, yang dijadikan markas militer, Sarbini juga mendesak agar WHO menginstruksikan tentara Israel segera meninggalkan rumah sakit tersebut. Ia menyebut WHO mempunyai kewenangan itu.

Pada 6 November 2023 juru bicara The Israel Defence Forces (IDF) Daniel Hagari menuding terdapat terowongan di Rumah Sakit Indonesia yang menjadi markas Hamas. Namun, Sarbini mengungkapkan hal tersebut telah terbantahkan karena tidak ada bukti.

Setelah gencatan senjata, Israel mengultimatum agar Rumah Sakit Indonesia di Gaza dikosongkan. Tak hanya memaksa pengosongan, tentara Israel justru menguasai rumah sakit itu sebagai markas militer.

Baca Juga


Sarbini menegaskan langkah Israel secara nyata telah melanggar hukum humaniter internasional dengan menjadikan rumah sakit sebagai perisai. Apalagi, rumah sakit merupakan institusi netral yang tidak boleh ditempati tentara.

"Tidak boleh ada tentara di rumah sakit dan itu sangat kami kecam," ujar Sarbini.

Melihat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina, terutama di Jalur Gaza, Sarbini cukup menyayangkan sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang cenderung pasif. Menurutnya, untuk menghentikan kejahatan Zionis Israel terhadap rakyat Palestina tidak cukup hanya sebatas seruan.

"Langkah konkret dari dunia internasional dibutuhkan guna mengakhiri kekejaman Israel," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler