Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Masih Bisa Melebihi 5 Persen Tahun Depan
Konsumsi masyarakat dinilai masih kuat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan masih berpotensi tumbuh di atas 5 persen.
“Dari forecast saya di tahun depan itu untuk yang worst case-nya itu 4,8 persen, tapi untuk yang optimisnya itu bisa 5,04 persen. Jadi masih ada kemungkinan tumbuh di atas 5 persen," kata Fithra ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Fithra mengatakan, faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan di kisaran 5 persen adalah konsumsi masyarakat yang masih kuat. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan konsumsi yang sudah berada di atas pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua dan kuartal ketiga tahun ini.
"Kalau kita lihat selama pandemi dan post-pandemi ini adalah yang pertama kali pertumbuhan konsumsi kita di atas pertumbuhan ekonomi. Di tahun ini kuartal kedua pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, sementara pertumbuhan konsumsi sudah 5,3 persen dan itu juga dilanjutkan lagi di kuartal ketiga inilah yang kemudian mampu untuk membawa kita jauh lebih solid di tahun 2024," ujar Fithra.
Lebih lanjut, Fithra juga menyampaikan bahwa terdapat sejumlah tantangan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yakni dinamika perekonomian global yang masih belum stabil, disrupsi energi, konflik Rusia-Ukraina, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, dan pengetatan pasokan energi global.
"Peristiwa global ini yang sebenarnya akan menjadi tantangan yang sangat besar karena ada perlambatan dinamika, juga ada kemudian beberapa disrupsi dari sisi energi," kata Fithra.
Oleh sebab itu, Fithra mengatakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tahun depan, pemerintah perlu mengantisipasi dampak cost-push inflation yang disebabkan oleh kenaikan harga energi dan input produksi dengan melakukan intervensi dari sisi suplai.
Cost-push inflation adalah kenaikan rata-rata harga umum secara terus-menerus yang disebabkan oleh adanya dorongan kenaikan biaya. Selanjutnya, pemerintah perlu memperkuat kerja sama regional untuk mempertahankan atau melakukan perjanjian resiprokal untuk komunitas-komunitas penting yang sangat berkontribusi terhadap inflasi dan ongkos produksi.
Selain itu, pemerintah menurutnya juga perlu mengeluarkan insentif fiskal untuk menjaga daya beli kelas menengah.
"Jadi nanti APBN juga diharapkan akan menjadi shock absorber atau bersifat counter cyclical terhadap tekanan-tekanan di tahun 2024," kata Fithra.
Fithra berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan. Namun jika tidak, ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan kemungkinan akan lebih rendah dari tahun ini.
“Masih ada kemungkinan kita masih di jalur 5 persen, ya, kalau antisipasi-antisipasi tadi dilakukan sedari awal,” ujar Fithra.