Pengadilan Uni Eropa Restui Larangan Jilbab di Kantor Pemerintahan
Pengadilan menyatakan aturan itu untuk menempatkan lingkungan kantor yang netral.
REPUBLIKA.CO.ID, LUKSEMBURG -- Pengadilan Kehakiman Uni Eropa telah memutuskan, Selasa (26/12/2023), bahwa kantor-kantor pemerintah dapat melarang karyawan mengenakan atribut agama mereka. Larangan ini termasuk jilbab yang umum dipakai oleh Muslimah, termasuk ketika mereka dalam pekerjaannya tidak melakukan kontak dengan publik.
“Aturan seperti itu dapat diberlakukan untuk menempatkan lingkungan kantor yang sepenuhnya netral," kata pengadilan, dilansir dari Daily Sabah, Kamis (28/12/2023).
Putusan tersebut berasal dari kasus yang diajukan oleh seorang pekerja di kantor pemerintah daerah Belgia yang menantang larangan mengenakan jilbab. Menurutnya, aturan itu melanggar kebebasan beragamanya dan dia didiskriminasi.
Pengadilan yang berbasis di Luksemburg mengatakan larangan dari simbol apapun yang mengungkapkan keyakinan filosofis atau agama tidak diskriminatif jika diterapkan secara umum untuk semua staf administrasi itu dan terbatas pada apa yang sangat diperlukan.
Putusan tersebut berlaku untuk kantor sektor publik di seluruh Uni Eropa. Putusan ini mendukung putusan pengadilan Uni Eropa sebelumnya yang menyatakan larangan tersebut dapat menjadi legal di tempat kerja sektor swasta.
Dikatakan pengadilan nasional harus memutuskan penerapan larangan tersebut. Kantor pemerintahan juga dapat memiliki kebijakan yang membatasi larangan tersebut untuk pekerja yang menghadapi publik atau memutuskan mengizinkan pemakaian tanda-tanda kepercayaan agama yang terlihat.
"Setiap negara anggota, dan setiap badan infra-negara dalam kerangka kompetensinya, memiliki margin kebijaksanaan dalam merancang netralitas layanan publik yang ingin dipromosikan di tempat kerja, tergantung pada konteksnya sendiri," katanya.
"Namun, tujuan itu harus dikejar secara konsisten dan sistematis, dan langkah-langkah yang diadopsi untuk mencapainya harus dibatasi pada apa yang benar-benar diperlukan.”