50 Tahun Malari, Gedung Astra Dibakar dan Om William Naik Ambulans ke Sunter

Presiden Soeharto sampai menjelaskan keluarganya tak punya saham Jepang.

Istimewa
Gedung Astra
Red: Stevy maradona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peristiwa Malari tahun ini genap 50 tahun. Dari berbagai pihak yang pantas waswas terkait Malari waktu itu, barangkali hanya dua pihak, yakni Thayeb Muhammad Gobel dan William Suryadjaya. Mengapa? Kedua pengusaha ini berkongsi erat dengan pebisnis Jepang. Thayeb Gobel bermitra dengan Panasonic Matsushita dalam mengembangkan industri elektronik nasional. William menggandeng Toyota, pemain otomotif terbesar di Jepang, untuk memasarkan produknya di Indonesia. 

Baca Juga


Dalam biografinya yang berjudul Man of Honor Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya disempatkan menulis satu bab khusus mengenai peristiwa tersebut dari sudut pandang keluarga dan pegawai Astra. Berikut cuplikannya: 

Massa yang menyerbu Pasar Senen, Jl. Juanda, kawasan Glodok dan Blok M melakukan penjarahan, merusak toko-toko serta membakar mobil dan sepeda motor buatan Jepang, kendar-aan yang dipasarkan Astra. Bahkan kantor pusat Astra di Juanda 22 yang baru saja diresmikan Menteri Luar Negeri, Adam Malik, tak luput dari amuk massa. Begitu juga gedung showroom Toyota Astra Motor di Jl Sudirman. Bangunan tiga lantai yang belum lama diresmikan dengan pesta meriah dan menjadi gedung paling mentereng di ruas Sudirman itu tak luput dari aksi bumi hangus.

Astra sebagai distributor produk-produk Jepang tak bisa menghindar dari amuk massa di tengah demonstrasi anti modalasing tersebut. "Situasi sangat mencekam. Kami lihat dari lantai 2, dari atas kantor bagaimana kejadian itu berlangsung. Batu-batu sebesar kepalan dua tangan memecahkan kaca kantor. Ruang kantor hancur," ungkap Ire, sekretaris pribadi William yang bersama Sofie, sekretaris William lainnya, berlindung di dalam kantor hingga malam hari.

Perubahan situasi sungguh berjalan demikian cepat. Bebe-rapa jam sebelumnya, keduanya bersama Gigin, sekretaris Teddy Rachmat, masih sempat makan siang di RM Sari Bundo, tak jauh dari kantor. Begitu kembali ke arah kantor, mereka melihat keru-munan orang sudah berjalan mengarah ke Istana Negara. Bergegas kembali ke tempat kerja, yang mereka saksikan sungguh di luar dugaan. Banyak orang sudah naik ke atas mobil-mobil yang diparkir di depan kantor Astra. Suasana gaduh. 

Lutut mereka sontak gemetar. Ketakutan menyergap ketiganya seiring kaki melangkah ke lantai 2. Dan tak lama kemudian, prang... ter-dengar kaca showroom di lantai satu pecah kena lemparan batu.

"Kami tadinya tak berpikir akan rusuh. Sebelumnya kami sempat tenang-tenang," Gigin mengenang. Di luar kantor situasi jauh dari keadaan yang menenangkan. Di tengah matahari yang masih terik memancar, massa menge-pung membawa amarah. Teriakan-teriakan anti-Jepang meme-kakkan telinga. Juga teriakan-teriakan provokatif yang membuat hati kecut. 

"Hancurkan! Bakar!"

Untuk mengantisipasi kerusuhansemakin luas ke dalam kantor, salah seorang karyawan bagian general affair bergerak keluar ke arah massa buat menenangkan demonstran yang berubah menjadi perusuh. Toh kehancuran sudah terjadi. Di jalan, mobil-mobil sudah dibakar, dijungkirbalikkan. Sepeda motor juga dilalap api. 

Hari itu dan esoknya, Rabu, api dengan rakusnya melahap Jakarta. Dua hari itu asap mengepul di hampir setengah bagian kota. 

William tengah berada di bandara Halim untuk menjem-put seorang akuntan dari Belanda ketika peristiwa yang dikenal dengan sebutan Malari (Malapetaka 15 Januari) itu terjadi. Ke-rusuhan yang menggosongkan Jakarta membuatnya susah keluar dari lapangan udara. Menimbang bahaya yang muncul dan me-nyiasati keadaan, sebuah ambulans dikirim untuk menjemput-nya. Menembus amarah dan asap yang mengepul, akhirnya William pun sampai ke kantor yang sudah porak poranda. Tapi dia tak lama di Juanda. Sore harinya, dia telah muncul di pabrik Federal Motor di Sunter. Ketika dia datang, karyawannya tengah terburu-buru memasukkan sepeda motor di lapangan ke dalam pabrik. 

"Oom datang sendiri dengan jeep tuanya. Itu hebatnya Oom. Padahal dia bisa saja duduk-duduk di Juanda dan berdoa pada Tuhan," kenang Danny Walla yang saat itu bertugas di Federal Motor.

Dia memang khawatir fasilitas pabrik dan sepeda motor dibakar massa. Tapi sesungguhnya dia lebih mengkhawatirkan nasib karyawannya bila tempat mereka bekerja luluh lantak.

"Ayo, cepet beresin," kata William begitu mematikan mesin dan menjejak tanah. Kedua tangannya segera membantu mendo-rong semua sepeda motor yang bergeletakan di lapangan. Itu adalah stok sepeda motor yang belum dirangkai seutuhnya. Ber-sama karyawannya, dia menjejal-jejalkannya di pabrik, yang menjadi tempat perakitan. "Kalau sudah masuk ke dalam, terus ada masa-lah, ya sudah, kita berserah pada Tuhan," ujarnya. Setelah itu, dia cepat-cepat kembali ke Juanda 22 sebelum jam malam diberlakukan.

“Oom William mencoba make the best. Kami coba jangan sampai dihancurkan semuanya. Bagaimana pun kebetulan kami banyak produk dari Jepang. Kami dianggap antek Jepang. Waktu itu situasinya politis," Lapian mengenang. 

Asisten pribadi yang biasanya mendampingi William pergi ke mana-mana, hari itu berjaga di Juanda 22. Selasa itu Jakarta seperti kota mati. Hingga malam, sirene ambulans terus meraung bolak-balik dari berbagai lokasi keRumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hingga pukul 20.00, letusan tembakan sesekali masih terdengar, terutama di sekitar Salemba dan Pasar Senen. Secara resmi, jam malam diumumkanberlaku sejak pukul 18.00 hingga 6.00 pagi. Tapi massa masih me-madati jalan sepanjang Matraman, Salemba, dan Kramat Raya. 

Selasa malam itu, bersama beberapa anggota direksi, William menginap di Juanda. "Tidak ada makanan. Tidurnya ada yang di lantai, ada juga yang di meja," kenang Lapian yang turut men-dampingi bosnya di tengah malam petaka itu di tengah kantor yang hancur, di depan jalan yang sudah dihiasi mobil dan sepedamotor yang sudah tak berbentuk lantaran hangus terbakar. Sebelumnya, beberapa karyawan sudah dipulangkan. Ire,Sofie dan beberapa karyawan diangkut mobil militer. Kebetulan, ayah Ire adalah angota TNI. Karyawan yang lainnya diangkut truk Chevrolet. "Tulisan Astra di mobil itu kami tutup supaya tidak dirusak massa," ungkap Maruli Gultom, staf mekanik Honda yang saat itu berada di Juanda. Di ruas Jl. Gatot Subroto, sempat adayang mengenali mobil ini dan nyaris muncul insiden. "Eh, itu mobil Astra tuh, bakar, bakaaar!" teriak salah seorang demonstran.

Saat itu hampir seluruh sektor konsumsi didominasi Jepang, kecuali rokok. Barang-barang Jepang yang harganya relatif lebihmurah dibanding produk impor lainnya menyingkirkan barang-barang sejenis yang sempat menguasai pasaran. Dan di jalanan, situasinya lebih terasa lagi. Gemuruh mesin mobil Toyota, Datsun, Nissan, Honda meramaikan jalan raya. Begitu juga sepeda motor Honda, Yamaha, dan Suzuki. Mereka menghantam dominasi AJS Matchless, Norton, dan BMW. Tapi tak cuma di jalanan pergeseran itu terjadi. Neon-neon reklame yang menerangi jalan-jalan Jakarta sepanjang malam juga memamerkan merek-merek Jepang, termasuk reklame TOYOTA yang bertengger di atas beberapa gedung tinggi di Jakarta. Dalam kondisi demikian, jelas sangat mudah untuk menimbulkan sentimen anti-Jepang.

Terbukti, tali-temali isu anti-Jepang ini yang menjadi penyulut ketika Tanaka hadir, dan tetap muncul setelah dia meninggalkan Jakarta, 17 Januari 1974 pukul 18.00, diantarkan langsung oleh Presiden Soeharto dengan helikopter dari Gedung Bina Graha ke pangkalan udara. Tanaka pergi, isu anti-Jepang tetap muncul. 

 

Itu adalah hari-hari yang cukup mengguncangkan bagi William yang selalu merasa sebagai anak Majalengka, menjadi orang Indonesia dan merasa Astra adalah perusahaan Indonesia.Toh dalam kondisi demikian, tak tampak kegalauan padawajahnya. "Daddy cukup tenang meski badai cukup berat," ujarJudith Soeryadjaya. Bukan hanya di depan keluarganya dia me-nampakkan ketenangan, di depan karyawannya pun dia tetapbersikap seperti biasa. Tak menampilkan kemurungan, kegusa-ran ataupun kemarahan.

 

Sesungguhnya Malari bukanlah peristiwa kerusuhan per-tama yang memukul Astra. Setahun sebelumnya, persisnya 5 Agustus 1973, showroom Toyota di Bandung juga dibakar dalam kerusuhan rasial anti-Tionghoa. Sementara Malari dipicudemonstrasi mahasiswa yang sumbunya seakan sudah disundutsebelumnya, dalam kerusuhan di Bandung, pemicunya bersifat spontan, yakni tersenggolnya seorang tukang gerobak bernama Asep bin Tosin oleh mobil VW yang dikendarai 3 orang pemuda Tionghoa di kawasan Astana Anyar. Selain showroom Astra, tiga pabrik tekstil dan showroom PT Permorin (dealer Mercedes-Benz) juga dirusak. Cuma, dibanding Malari, berita kerusuhan Bandung relatif bisalebih cepat diredam oleh pemerintah.

Saat kembali masuk kerja seminggu setelah Malari meledak,suasana kantor masih berantakan. William memutuskan untuktidak membuat pertemuan khusus dengan karyawan membicara-kan apa yang terjadi secara detail. Karyawan dimintanya bekerjaseperti biasa. Dia pun demikian. Tetap menampilkan raut wajahyang tenang, dengan sapaan hangat dan candanya. 

Beberapa hari setelah keadaansudah mulai stabil, William mengambil keputusan yang bagi se-bagian orang mungkin terasa aneh: memerintahkan Astra meng-ganti sepeda motor dan mobil yang dibakar di showroom dealer maupun sepeda motor atau mobil produk Astra yang baru saja dibeli oleh pelanggan. Maka jadilah perusahaan yang tengah ditimpa musibah ini sibuk mendata, menghubungi pemilik. Langkah William justru menampilkan bahwadia yang sudah kena masalah memilih untuk tertimpa tangga. Ini semua tak bisa muncul bila tak ada rasa tanggung jawab yyangbesar dalam dirinya. 

Persisnya 21 Januari,Presiden Soeharto memanggil pemimpin-pemimpin redaksisurat kabar terkemuka dalam suatu pertemuan. Yang menarik,dalam pertemuan itu Presiden Soeharto juga membawa suratpernyataan dari sejumlah perusahaan yang menyatakan bahwa tidak ada keluarga presiden yang tercantum namanya dalam dokumen-dokumen resmi dari perusahaan tersebut. 

Perusahaan-perusahaan itu adalah Bogasari, Batik Keris, Sahid, dan Astra.Pernyataan ini dibuat untuk mengklarifikasi rumor di masyarakatbahwa keluarga presiden memperoleh penghasilan dariperusahaan-perusahaan tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler