Ternyata Ada Jejak Muslim Indonesia dalam Menumpas Apartheid di Afrika Selatan
Muslim yang datang ke Afrika Selatan sebagai budak tidak hanya datang dari Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di ujung benua Afrika, tepatnya di selatan negara Afrika Selatan, terletak pesisir Cape Town. Wilayahnya yang beragam terbentang pada gabungan gugusan pegunungan tinggi yang mengelilingi kota dan dua lautan luas yang melindunginya dari beberapa sisi.
Di sana terdapat makam umat Islam pertama yang datang ke Cape Town. Kota ini menjadi saksi kedatangan pertama mereka yang tercatat dalam sejarah negara tersebut.
BACA JUGA: Ini Lima Peristiwa Carok Mematikan dan Memilukan di Madura
Ini terjadi setelah Belanda menetap di wilayah tersebut pada abad ke-17. Kedatangan kaum Muslimin ini ada di bawah pengawasan dan pimpinan Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Hal itulah yang menjadikan Cape Town sebagai tempat peristirahatan dan transit bagi kapal-kapal yang melakukan perdagangan antara Belanda dan Indonesia. Belanda, karena perdagangan tersebut, membutuhkan tenaga kerja dan budak untuk mendukung ekspansinya.
Penjajahan Belanda di Indonesia telah membantu kelompok dagang saat itu dalam memperoleh para tahanan politik, pejuang perlawanan, dan budak yang dipenjarakan atas tuduhan menghasut kerusuhan terhadap pemerintah Belanda. Ini didorong putusan Mahkamah Agung di Batavia (kini Jakarta) yang menjatuhkan hukuman pengasingan dan deportasi kepada mereka.
Karena itu, pada abad ke-18, ada sebuah lingkungan di kaki Table Mountain atau Gunung Meja di Afrika Selatan, yang ditinggali untuk pertama kalinya oleh orang-orang asal Indonesia, Malaysia, dan orang Asia lainnya yang pernah menjadi budak Belanda. Lingkungan tersebut kini terkenal dengan nama Bo-Kaap, sebuah daerah pemukiman yang memiliki pesona warna-warna cerah pada rumah-rumah di sana.
Di antara mereka yang datang ke kawasan...
Di antara mereka yang datang ke kawasan itu adalah para politikus di pengasingan dan mereka yang dihukum karena kejahatan, serta pengrajin terampil, pemimpin agama, dan cendekiawan yang mewariskan pengetahuan mereka kepada generasi baru di Afrika Selatan.
Berbicara kepada Aljazirah, sejarawan Afrika Selatan, Shafiq Morten mengatakan Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Afrika Selatan adalah Ibrahim Batavia yang datang sebagai tawanan dan tahanan politik. Kemudian, umat Islam terus masuk, dan kebanyakan dari mereka adalah tahanan politik yang dilarang menampakkan agamanya atau mengajak orang lain kepadanya.
Dia melanjutkan umat Islam yang datang ke Afrika Selatan sebagai budak tidak hanya datang dari Indonesia, tetapi dari Afrika Utara bagian barat, Madagaskar, dan Sri Lanka. Bahkan pada akhir periode pendudukan Inggris, lebih dari 50 persen populasi Muslim adalah orang Afrika.
Morton mengatakan maraknya shalawat di kota Cape Town menjadi bukti kehadiran ulama dan dampak positifnya terhadap masyarakat Muslim dan non-Muslim. Makam mereka masih ada dan dirawat sebagai pengingat terhadap sejarah dan tonggak hidup mereka.
Mantan wali kota Cape Town dan mantan duta besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ibrahim Rasool mengatakan kelompok Muslim yang dideportasi dari Indonesia ke Cape Town kemudian mendatangi Syekh Sayed Mahmud, beserta anggota keluarga dan teman-temannya.
Mahmud, pendiri tarekat sufi, berasal dari keluarga terpandang di Indonesia sehingga tidak dipenjara, tetapi diasingkan jauh dari kota. Di mata Belanda, cukuplah mengasingkan Sayed Mahmud dari kampung halamannya agar tidak mengancam pemerintahan mereka di Indonesia.
Namun, Belanda tetap mengawasi...
Namun, Belanda tetap mengawasi Sayed Mahmoud. Dari sinilah bermula pertama kali munculnya komunitas Islam di Afrika Selatan.
Rasool juga mengatakan tokoh Muslim lainnya di Afrika Selatan adalah Imam Abdullah bin Qadir bin Abdul Salam Al-Sufi. Ia memiliki kontribusi terhadap perjuangan melawan pendudukan Inggris.
Kemudian, dia dipenjarakan di Pulau Robben yang sama di mana mendiang Presiden Nelson Mandela diasingkan. Imam Al Sufi itu menulis Alquran dengan tulisan tangannya sendiri di sana.
Komunitas Muslim di Afrika Selatan juga mendapatkan dampak yang positif setelah Pemilu pertama yang benar-benar demokratis di Afrika Selatan dimenangkan Nelson Mandela. Umat Muslim di sana memperoleh hak-hak politik dan sosial mereka.
Pengaruh mereka meluas lebih jauh ke dalam tatanan masyarakat, sebagai penghargaan atas partisipasi dan pengorbanan mereka dalam perjuangan melawan pendudukan pada tahun 1960-an, 1970-an hingga 1980-an. Hal ini tercermin dari bobot relatif komponen Islam dalam pembentukan pemerintahan pertama setelah transisi demokrasi di Afrika Selatan pada tahun 1994.
Saat itu, ada lebih dari empat menteri Muslim...
Saat itu, ada lebih dari empat menteri Muslim dan 10 duta besar Muslim yang mewakili Afrika Selatan di luar negeri. Beberapa undang-undang status khusus bagi umat Islam, yang berasal dari hukum Islam, juga telah disetujui.
Umat Islam di Afrika Selatan telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membentuk tatanan masyarakat Muslim dan non-Muslim sejak awal masuknya Islam dan penyebarannya. Bahkan hingga tahap pemberantasan rezim pendudukan dan apartheid di Afrika Selatan.
Direktur Yayasan Imam Harun, Qasim Khan, menyampaikan, salah satu simbol masa perjuangan yang paling menonjol bersama dengan masyarakat lainnya adalah Imam Abdullah Harun. Ia lahir pada tahun 1924 di lingkungan selatan Cape Town.
Imam Harun melakukan perjalanan ke Makkah untuk menerima ilmu-ilmu Islam. Ia dianggap sebagai salah satu simbol perjuangan Islam melawan rezim apartheid.
Partisipasi umat Islam di Afrika Selatan, dalam perjuangan melawan apartheid, telah melampaui skalanya. Sebab, meski minoritas di Afrika Selatan, umat Muslim memberikan dampak yang begitu besar.
Sehingga sampai saat ini tidak ditemukan tindakan diskriminasi maupun kekerasan terhadap umat Islam di Afrika Selatan. Ini karena rasa hormat dan penghargaan atas jasa besar mereka, dan juga karena keluhuran akhlak yang mereka tampilkan.