DJP: Pajak Hiburan Dipungut Pemda

Pajak hiburan bukan termasuk objek pajak pusat yang dikelola DJP.

Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung memilih lagu yang akan dinyanyikan di Inul Vizta, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pemerintah menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan pajak hiburan merupakan kewenangan pemerintah daerah (pemda). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, mengatakan hal ini tertuang dalam undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

"Sesuai dengan UU HKPD, pajak hiburan merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah," ujar Dwi saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Dwi menyampaikan DJP tidak memiliki kewenangan memungut pajak hiburan. Menurut Dwi, pajak hiburan bukan termasuk objek pajak pusat yang dikelola DJP.

"UU HKPD sendiri merupakan ranah dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan," kata Dwi.

Sebelumnya, aktivis sekaligus pelaku parekraf asal Bali, Niluh Djelantik berharap ada regulasi yang berpihak kepada pelaku parekraf dalam penetapan tarif pajak hiburan.

"Kami memerlukan kepastian dari pemerintah pusat dan kami berharap tidak hanya Bali saja yang diberi keringanan tarif pajak tapi juga seluruh pengusaha terkait di seluruh Indonesia," kata Niluh.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler