Hiburan dalam Islam Boleh, tapi Bisa Jadi Haram Jika...
Pada dasarnya, hiburan merupakan urusan keduniaan atau muamalah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustadz Ahmad Zuhdi menjelaskan sudut pandang Islam terhadap hiburan. Menurutnya, hiburan dalam Islam hukumnya boleh, tapi ada hiburan yang bisa menjadi haram.
Hiburan yang haram, yakni hiburan yang menjadi perantara atau membuka pintu kemaksiatan. Ustadz Zuhdi mengatakan, pada dasarnya, hiburan merupakan urusan keduniaan atau muamalah.
Hiburan merupakan bagian dari kebudayaan dan perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri. Artinya, hiburan merupakan urusan muamalah yang hukumnya mubah (boleh) dan akan tetap kemubahannya, kecuali ada dalil nash yang sharih yang mengharamkannya.
"Maka, hal-hal yang bersifat duniawi, termasuk hiburan secara umum pada asalnya boleh, tidak ada dalil yang tegas yang melarangnya," kata Ustadz Zuhdi kepada Republika, Kamis (25/1/2024)
Ustadz Zuhdi menjelaskan, hanya saja ketika hiburan tersebut mengandung kemaksiatan, bercampur baur antara laki dan perempuan, membuka pintu-pintu perzinahan seperti karaoke, kelab malam, bar dan spa yang mempertemukan pria serta wanita dalam satu ruangan tertutup, itu tentu jelas sangat diharamkan.
Ustadz Zuhdi yang juga Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta ini mengatakan, dalam kaidah fikih ada kaidah yang berbunyi lil-wasail hukmul maqashid, hukum perantara sama dengan hukum tujuan. Ketika perbuatan zina, meminum khamr (minuman keras), ikhtilat antara laki dan perempuan diharamkan. Maka, perantara yang mengantarkan perbuatan tersebut seperti sarana-sarana tadi juga menjadi haram.
Namun, menurut Ustadz Zuhdi...
Namun, menurut Ustadz Zuhdi, menaikkan pajak sebesar 40 persen sampai 70 persen tentu bukan solusi menutup celah-celah kemaksiatan. "Justru akan semakin menyuburkan perilaku maksiat dan kemungkaran, karena orang akan berusaha mengeluarkan berapapun untuk kesenangan yang ingin dia dapatkan," ujarnya.
Dalam hal ini, Ustadz Zuhdi mengatakan dapat menjadikan Surat Al-A'raf Ayat 14-17 sebagai pengingat (tadzkirah) bahwa setan telah memohon dispensasi (tempo) kepada Allah untuk menggoda dan menggelincirkan manusia sampai hari kiamat dari arah depan, belakang, kanan, dan kiri manusia.
Berikut percakapan Allah SWT dan Iblis yang diabadikan dalam Alquran.
Ia (Iblis) menjawab, “Berilah aku penangguhan waktu sampai hari mereka dibangkitkan.” Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi penangguhan waktu.” (QS Al-A'raf Ayat 14-15)
Ia (Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian, pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A'raf Ayat 16-17)
Ustadz Zuhdi menjelaskan, menurut Ibnu Abbas Radiallahu anhu, dari arah depan maksudnya akan diragukan tentang akhirat, dari arah belakang maksudnya setan akan menggemarkan manusia dalam urusan dunia, dari arah kanan maksudnya setan akan membingungkan manusia terkait urusan agama, dari arah kiri maksudnya setan akan menyiapkan bentuk-bentuk kemaksiatan menarik. Dalam riwayat lain pada Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa setan akan menghiasi dengan bentuk-bentuk kemaksiatan yang menarik.
Itulah usaha setan menggoda...
"Itulah usaha setan menggoda manusia dari berbagai arah, namun apakah kita akan menyerah? Kalau kita cermati ayat tersebut, ada peluang dan kesempatan di mana setan tidak dapat menggoda manusia, yaitu dari arah atas. Menurut para ahli tafsir dalam Tafsir Surat al-Fatihah karya Ustadz Aceng Zakaria, dari arah atas adalah hidayah Allah," jelas Ustadz Zuhdi.
Ustadz Zuhdi menegaskan, jika Allah SWT memberikan hidayah, maka siapapun termasuk setan tidak akan mampu menghalanginya. Sebagaimana dalam sebuah hadits dinyatakan Man yahdillahu fala mudhillalah, wa man yudlillahu, fala hadiyallah.
Artinya: Siapapun yang Allah berikan hidayah kepadanya, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan siapapun yang berada dalam kesesatan, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
"Maka ketika ada godaan, celah atau peluang berbuat maksiat, hendaknya kita ingat dan meminta perlindungan kepada Allah SWT," ujar Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama (KUB) Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi ini.