Makhluk-Makhluk Allah akan Membersamai Orang yang Hafal Alquran

Allah melindungi orang yang hafal Alquran.

Dokumen
Kegiatan belajar mengaji Alquran (ilustrasi)
Rep: Imas Damayanti Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menghafal dan meresapi Alquran merupakan salah satu cara agar diri senantiasa dekat kepada Allah. Bagi orang yang hafal Alquran (hafizh), niscaya rasa kesepian dan sendu akan sirna. 

Baca Juga


Pakar Ilmu Alquran KH Ahsin Sakho menjelaskan, Allah akan selalu membersamai orang-orang yang menghafal Alquran. Bahkan dijelaskan pula bahwa semua makhluk-makhluk Allah di sekeliling hafizh itu akan membersamainya.

“Misalnya dia berada sendirian di hutan, maka orang yang menghafal Alquran itu sesungguhnya tidak akan kesepian,” kata Kiai Ahsin Sakho dalam kajian live streaming

Ilmu-ilmu Allah bersama dengan semua makhluk. Beliau menjelaskan maksud dari itu adalah bahwa Allah menjangkau makhluk-makhluk-Nya. Maka jika seseorang yang mampu menghafal Alquran berada di dalam kesunyian seorang diri, Allah akan mengirimkan kuasa-Nya melalui cara-cara yang dikehendaki.

Terlebih, Kiai Ahsin menekankan, Alquran adalah zikir dan setiap manusia diperintahkan untuk berzikir (mengingat Allah). Maka ayat-ayat yang dibaca oleh seorang hafizh adalah ayat-ayat yang mengacu dalam upaya mengingat Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Surat Ar Rad ayat 28:

اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ‌ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ

"Allaziina aamanuu wa tatma'innu quluubuhum bizikril laah; alaa bizikril laahi tatma'innul quluub."

Yang artinya, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

Penulis buku fenomenal La Tahzan Syekh Aidh al-Qarni menjabarkan kiat-kiat agar hidup berbahagia, salah satunya adalah dengan mentadabburi Alquran. Membaca Alquran dengan tadabbur akan membuat seorang hamba senantiasa bahagia dan jauh dari rasa kesepian. 

 

Tafsir ar Rad ayat 28

 

Lihat halaman berikutnya >>>

Syekh Abdurrahman bin Nashir as Sa'di dalam kitab Tafsirnya menjelaskan sebagai berikut:

Allah menyebutkan tanda kaum Mukminin. Allah berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah,” maksudnya, kegundahan dan kegelisahannya (hati mereka) lenyap dan berganti dengan kebahagiaan hati dan kenikmatan-kenikmatannya.

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram,” maksudnya , semestinya dan sudah seyogyanya, kalbu-kalbu itu tidak menjadi tenang dengan sesuatu selain dengan mengingatNya. Karena tidak ada sesuatu pun yang lebih nikmat, lebih memikat dan lebih manis bagi kalbu ketimbang (kenikmatan dalam) mencintai Penciptanya, berdekatan dan mengenalNya. Berdasarkan tingkat ma’rifah (pengenalan)nya dan kecintaannya kepada Allah-lah tingkat intensitas dzikirnya kepada Allah. Demikian ini, merujuk keterangan bahwa dzikrullah yang dimaksud adalah seorang hamba yang mengingat Allah dengan lantutan tasbih, tahlil, takbir dan lain-lain. Ada yang menafsirkan bahwa ‘dzikrullah’ maksudnya kitabNya yang diturunkan sebagai dzikra (peringatan) bagi kaum Mukminin. Atas dasar ini, maka thuma’ninah al-Qalbi (ketenangan hati) dengan dzikrullah yakni ketika mengenal makna-makna al-Quran dan hukum-hukumnya, hati menjadi tenang dengannya. Sebab, hal-hal itu akan menunjukkannya kepada kebenaran yang nyata yang didukung oleh dalil-dalil dan bukti-bukti.

Dengan itu, hati akan menjadi tentram. Sungguh, hati tidak akan tenang kecuali dengan sebuah keyakinan dan ilmu. Hal ini sudah dijamin dalam KItabullah dengan jaminan dalam bentuk yang paling sempurna dan paripurna. Sedangkan kitab-kitab lainnya yang tidak mengacu kepada dzikir, maka hati tidak merasakan ketentraman dengannya. Bahakan akan senantiasa dilanda kebingungan karena adanya kontradiksi antar dalil dan unsur pertentangan antar hukum yang ada. "Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (An-Nisa:82)

Masalah ini hanya diketahui oleh orang-orang yang menguasai seluk-beluk Kitabullah, menghayatinya dan mencermati kitab-kitab lainnya yang mengandung berbagai jenis ilmu (untuk memperbandingkannya), niscaya dia akan menjumpai perbedaan tajam antara al-Quran dan kitab-kitab lainnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler