Pendidikan Usia Dini Harus Menyenangkan, Masuk SD tak Lagi Harus Bisa Calistung

Guru tak perlu bingung jika anak muridnya belum bisa calistung di kelas 1 SD.

Republika/Prayogi
Orang tua mengantar anaknya pada hari pertama masuk sekolah di SD Negeri Anyelir 1 Depok, Jawa Barat, Senin (17/7/2023). Untuk masuk SD, kini anak tidak lagi harus bisa calistung.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Iwan Syahril menegaskan pendidikan bagi anak-anak usia dini harus berlangsung secara menyenangkan. Dengan begitu, diharapkan proses pendidikan memunculkan rasa cinta belajar.

"Kita ingin anak-anak sejak PAUD dan SD kelas 1 dan 2 memiliki rasa cinta terhadap belajar. Belajar adalah sesuatu yang mereka rindukan, bukan hal yang menakutkan," kata Iwan dalam Sosialisasi Penguatan Implementasi Transisi PAUD ke SD 2024 di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Iwan menuturkan apabila anak-anak sejak usia dini memiliki rasa cinta dan nyaman terhadap kegiatan belajar, mereka akan memiliki fondasi yang baik dan kuat untuk bisa menyambut masa depan lebih cerah. Menurut Iwan, pembelajaran yang berlangsung menyenangkan bagi anak-anak akan membuat mereka memiliki nilai-nilai pribadi yang baik, mulai dari sisi agama, budi pekerti, bersosialisasi, komunikasi, meregulasi emosi, hingga motorik.

Oleh sebab itu, Kemendikbudristek pada tahun lalu mengeluarkan gerakan Merdeka Belajar Episode ke-24 bertajuk "Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan" dan kini telah diimplementasikan oleh lebih dari 504 kabupaten/kota di Indonesia. Salah satu kebijakan dari gerakan tersebut adalah menghapuskan tes membaca, menulis, dan menghitung (calistung) ketika anak-anak PAUD mendaftar untuk masuk ke jenjang SD.

Iwan mengatakan proses pembelajaran yang menyenangkan, bahkan yang disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan masing-masing siswa akan memicu mereka untuk memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, sehingga membentuk pribadi yang berpikir kritis.

"Jadi, harapan kami guru kelas 1 dan kelas 2 tidak bingung kalau anaknya tidak bisa calistung. Tetapi, secara holistik melihat tumbuh kembang anak di enam kemampuan fondasi," katanya.

Baca Juga


Ada enam kemampuan fondasi pada anak usia dini yang ingin dibentuk melalui kebijakan ini, yaitu mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, serta kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar.

Kemudian, kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, serta pemaknaan belajar yang menyenangkan dan positif.

Iwan menyebut guru bisa menggunakan Kurikulum Merdeka jika bingung dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak usia dini. Di dalam Kurikulum Merdeka sudah mengasumsikan bahwa anak-anak sebagian belum bisa calistung, sehingga dari buku dan pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan, tingkat perkembangan, dan pertumbuhan anak.

"Jika anak belum bisa calistung, tidak apa-apa. Ada anak yang mungkin lebih cepat, ada anak yang lebih lambat. Apalagi, tidak semua anak-anak memiliki kesempatan masuk ke taman anak-anak," kata Iwan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler