KPK Masih Heran Dikalahkan Eks Wamenkumham di Praperadilan
Alex menegaskan selama ini prosedur KPK dalam menetapkan tersangka tidak pernah salah
Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata masih merasa heran dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengabulkan permohonan praperadilan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Alex menegaskan selama ini prosedur KPK dalam menetapkan tersangka tidak pernah salah.
Baca Juga
"Jadi KPK ini kan sudah 20 tahun. SOP (standard operating procedure) yang selama ini digunakan seperti itu dan tidak ada persoalan, buktinya sampai divonis, sampai MA kan seperti itu," kata Alex kepada wartawan, Kamis (1/2/2024).
Walau demikian, Alex tetap menghargai keputusan hakim tunggal PN Jaksel Estiono. Hanya saja, Alex mempersoalkan pertimbangan yang digunakan untuk sampai ke tujuan. Sehingga tim KPK bakal menelaah putusan itu.
"Kita menghormati independensi hakim dalam membuat suatu keputusan, tapi terus kami akan kaji," ujar Alex.
Alex juga menegaskan putusan PN Jaksel tak mengubah substansi perkara. "Kan tidak menghilangkan substansi perkara, kan begitu. Ini hanya terkait dengan masalah prosedural," ujar Alex.
Alex bahkan siap memperbaiki penetapan tersangka terhadap Prof Eddy. Sehingga nantinya Prof Eddy dapat ditersangkakan lagi dengan bukti yang cukup dan kuat.
"Kalau memang persoalannya terkait alat bukti yang ditemukan pada saat penyidikan dan mengabaikan Pasal 44 ya kita penuhi saja kan," ucap Alex.
Diketahui, hakim tunggal PN Jaksel Estiono menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono membacakan amar putusan di PN Jaksel.
Sebelumnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.
Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler