Perludem Nilai Gugatan Anwar Usman ke PTUN Memalukan
Anwar seharusnya menyadari hakim konstitusi sudah berada pada level negarawan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Manajer Program Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan tindakan Hakim Konstitusi, Anwar Usman, yang menggugat putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang pengangkatan Suhartoyo menjadi Ketua MK adalah hal memalukan. Menurut Fadli, Anwar harus menyadari bahwa seorang hakim konstitusi sudah berada pada level negarawan yang tidak lagi memburu jabatan.
"Ini jadi sesuatu yang sangat memalukan sebetulnya. Hakim MK yang levelnya negarawan, malah mempersoalkan jabatan ketua atas pelanggaran etik yang telah dia lakukan. Jadi ini bukan lagi soal kesalahan dalam proses administrasi, tapi ini pemburuan jabatan Ketua MK oleh seorang pelanggaran etik yang penuh dengan nepotisme," kata Fadli, kepada Republika, Kamis (1/2/2024).
Fadli juga melihat kaenehan dari tindakan Anwar Usman yang menggugat putusan MKMK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Di mana Anwar meminta agar pengangkatan Suhartoyo sebagai penerusnya dibatalkan. Padahal menurut Fadli pasca pencopotan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK, Anwar yang masih hakim konstitusi juga ikut dalam pemilihan Ketua MK yang dimenangkan Suhartoyo.
"Bisa dicek kalau dia ikut bahwa pengumuman Suhartoyo jadi Ketua MK dan Saldi Isra jadi Wakil Ketua MK, Itu kan ada Anwar Usman dan dia terlibat di situ. Kalau sekarang dia persoalkan itu kan agak aneh," ucap Fadli.
Fadli menilai selain publik harus mengecam tindakan Anwar Usman, MKMK juga harus memberi merespons. Di mana ada seorang Hakim Konstitusi yang melakukan tindakan di luar tugas dan wewenangnya membuat kontroversi.
Fadli juga mengingat lagi pernyataan Anwar pasca dirinya dicopot dari jabatan Ketua MK. Di mana Anwar pernah mengatakan jabatan adalah amanah dari tuhan. Tapi sekarang Anwar sendiri mempertontonkan kehausannya akan sebuah jabatan Ketua MK.
"Pernyataan Anwar itu hanya lip service dan omong kosong semua,"kata Fadli menambahkan.
Hakim konstitusi sekaligus mantan ketua MK Anwar Usman diketahui mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dengan pokok gugatan meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua baru MK dinyatakan tidak sah.
"Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," demikian bunyi isi gugatan pokok perkara Anwar Usman sebagaimana dikutip dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta di Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Selain itu, dalam gugatan pokok perkaranya, Anwar juga meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK itu dicabut. Berikutnya, Anwar meminta Suhartoyo selaku tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan kakak ipar Presiden Joko Widodo itu sebagai ketua MK.
"Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan," demikian pokok gugatan Anwar Usman.
Anwar juga mengajukan gugatan dalam penundaan. Dia meminta pelaksanaan keputusan pengangkatan Suhartoyo ditunda hingga adanya putusan pengadilan inkrah.
"Memerintahkan atau mewajibkan tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," demikian bunyi gugatan tersebut.
Perkara yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT itu didaftarkan pada Jumat, 24 November 2023. Pada Rabu, PTUN Jakarta mengagendakan pembacaan gugatan dan sikap majelis atas permohonan pihak terkait secara elektronik.
Diketahui, Suhartoyo terpilih sebagai ketua MK menggantikan Anwar Usman, yang dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ad hoc. Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku hakim dalam mengadili perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.