Mantan Dirut Pertamina Didakwa Rugikan Negara Rp 1,77 Triliun di Kasus Pengadaan LNG

Karen diduga sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan AS.

Republika/Prayogi
Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/2/2024). Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113 Juta US Dolar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 1,77 triliun. Karen bahkan didakwa ikut mencicipi uang haram dari proyek yang merugikan negara.

Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (12/2/2024). Karen disidang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021.

"Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum yaitu memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas," kata JPU KPK dalam sidang tersebut, Senin.

Padahal, menurut dakwaan JPU KPK, Karen harusnya punya dasar justifikasi yang kuat saat mengambil keputusan itu. Ini mencakup analisis secara teknis dan ekonomis, analisis risiko, meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Baca Juga


Namun Karen justru mengabaikannya menurut dakwaan JPU KPK. Dalam surat dakwaan, Karen juga disebut memperkaya sejumlah pihak termasuk dirinya sendiri.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016.65 dolar AS (Rp 1,6 miliar), serta memperkaya suatu korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction, LLC seluruhnya sebesar 113,839,186.60 dolar AS (Rp 1,77 triliun)," ujar JPU KPK.

Tindakan Karen dipandang JPU KPK menimbulkan kerugian keuangan negara. Kerugian ini dikalkulasi berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada PT Pertamina (Persero) dan instansi terkait lainnya Nomor:74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

"Mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pertamina (Persero) sebesar 113,839,186.60 dolar AS (Rp 1,77 triliun)," ujar JPU KPK.

Selain itu, JPU KPK memandang Karen justru menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya selaku Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. "Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yaitu terdakwa selaku Direktur Utama PT Pertamina," ujar JPU KPK.

Atas dasar itulah, Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, Karen diduga secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, AS tanpa kajian mendalam. Karen juga diduga tak melapor pada Dewan Komisaris Pertamina dan tidak membahasnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

KPK menyimpulkan keputusan Karen Agustiawan tak memperoleh izin dari pemerintah sebagai pemegang saham. Apalagi, keputusan Karen dinilai KPK ternyata tak berdampak positif.

Sebab kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat justru tak terserap di pasar domestik. Sehingga kargo LNG menjadi over supply dan tak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Akibatnya, diduga terjadi jual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.

Di sisi lain, Karen membantah pengadaan LNG tersebut merupakan keputusan pribadi. Karen menegaskan pengadaan itu tergolong aksi korporasi karena disepakati direksi secara kolektif kolegial.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler