AS dan Negara-Negara Arab Susun Rencana Pendirian Negara Palestina, Israel tak Setuju

Warga Palestina kini semakin terdesak di Rafah di tengah gempuran Israel.

AP Photo/Fatima Shbair
Anak-anak dan warga Palestina antre untuk mendapatkan makanan gratis di Rafah, Jalur Gaza, Jumat (16/2/2024). AS dan negara-negara Arab susun rencana pendirian negara Palestina.
Rep: Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Amerika Serikat dan beberapa negara Arab secara aktif terlibat dalam penyusunan rencana pendirian negara Palestina, menurut laporan media AS pada Jumat (16/2/2024). Menurut sejumlah pejabat AS dan Arab kepada The Washington Post, ada urgensi untuk menyelesaikan rencana tersebut demi terciptanya perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.

Berbagai upaya sedang dilakukan untuk menentukan kerangka waktu bagi pendirian negara Palestina. Pengumumannya kemungkinan akan dilakukan dalam beberapa pekan mendatang, menurut Post.

Laporan media AS itu mengeklaim bahwa gencatan senjata dan negosiasi pembebasan sandera antara Israel dan Hamas juga termasuk dalam rencana tersebut. Disebutkan pula bahwa gencatan senjata awal selama enam pekan diharapkan dapat memfasilitasi pengumuman rencana ini, menggalang dukungan, dan memulai langkah-langkah pendahuluan.

Menurut Post, para pejabat AS telah mengisyaratkan kemungkinan untuk mengakui negara Palestina. Mereka menekankan bahwa pengakuan tersebut bisa menjadi sinyal adanya pendekatan baru terhadap upaya perdamaian di kawasan itu.

Israel Tolak Pendirian Negara Palestina

Di lain sisi, pada Kamis (15/2/2024), Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak pendirian negara Palestina. Hal ini disampaikan setelah surat kabar Washington Post melaporkan Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu utama Israel mendorong rencana pendirian negara Palestina.

Baca Juga



"Kami tidak mungkin setuju dengan rencana ini, yang mana Palestina pantas mendapatkan hadiah dari pembantaian mengerikan yang mereka lakukan pada kami: negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya," kata Smotrich.

Menurut Smotrich, negara Palestina merupakan ancaman eksistensial bagi Negara Israel seperti yang sudah terbukti pada 7 Oktober. Sementara itu, pada Kamis (15/2/2024), kelompok Hamas mengutuk langkah parlemen Israel, Knesset, meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang dimaksudkan melarang operasi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Israel dan wilayah Tepi Barat.

Hamas mendesak komunitas internasional mengambil semua langkah yang diperlukan agar operasi UNRWA tetap berlanjut. Hamas mengungkapkan, langkah Knesset meloloskan RUU terkait bertujuan menghentikan pekerjaan UNRWA yang sudah menjadi saksi atas penderitaan rakyat Palestina.

"Kami menolak keputusan pendudukan (Israel) ini karena bertentangan dengan resolusi-resolusi internasional terkait,” kata Hamas, dikutip laman Middle East Monitor.

Israel Serbu RS Al-Nasser di Khan Younis

Di hari yang sama, Pasukan Israel telah menyerbu Rumah Sakit (RS) Al-Nasser yang berada di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis (15/2/2024). Sama seperti penyerbuan terhadap RS lainnya di Gaza, militer Israel berdalih terdapat anggota Hamas yang bersembunyi di RS Al-Nasser.

"Operasi sensitif ini dipersiapkan dengan tepat dan dilakukan oleh pasukan khusus IDF yang menjalani pelatihan khusus," ungkap Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari dalam keterangannya.

Otoritas kesehatan di Gaza mengungkapkan, Israel telah mengusir pengungsi dan keluarga para staf medis yang berlindung di RS Al-Nasser. Mereka mengatakan, sekitar 2.000 warga Palestina telah tiba di kota Rafah di wilayah perbatasan Gaza-Mesir, sementara yang lain bergerak ke utara menuju Deir Al-Balah di Gaza tengah.

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler