Laporan: Daur Ulang Bukan Solusi Bagi Persoalan Sampah Plastik
Daur ulang tidak dapat dianggap sebagai solusi limbah padat permanen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daur ulang telah dipromosikan sebagai solusi untuk pengelolaan sampah plastik selama lebih dari 50 tahun. Namun, perusahaan minyak dan industri plastik telah mengetahui selama beberapa dekade bahwa ini bukanlah solusi yang layak secara teknis dan ekonomis, demikian menurut sebuah laporan baru.
Menggabungkan berbagai studi yang ada dan dokumen internal yang baru-baru ini terungkap, laporan yang dirancang oleh Center for Climate Integrity Research (CCI) ini dapat menjadi dasar untuk tindakan hukum.
"Ketika perusahaan dan kelompok perdagangan mengetahui bahwa produk mereka menimbulkan risiko besar bagi masyarakat, dan kemudian berbohong kepada publik dan pembuat kebijakan tentang hal itu, mereka harus bertanggung jawab," kata Presiden CCI, Richard Wiles.
"Akuntabilitas berarti menghentikan kebohongan, mengatakan yang sebenarnya, dan membayar kerusakan yang mereka sebabkan,” tegas Wiles seperti dilansir Euronews, Sabtu (17/2/2024).
Laporan ini mengungkap penipuan marketing dan kampanye edukasi publik yang digunakan untuk mempromosikan plastik sebagai produk yang dapat didaur ulang, meskipun mereka tahu bahwa ini bukanlah solusi yang bisa diterapkan.
Strategi ini memungkinkan industri plastik sekali pakai untuk berkembang, tanpa harus mengatasi limbah dan polusi secara efektif.
"Daur ulang tidak dapat dianggap sebagai solusi limbah padat permanen (untuk plastik), karena hanya memperpanjang waktu hingga suatu barang dibuang," demikian bunyi laporan tahun 1986 oleh kelompok perdagangan industri Vinyl Institute (VI).
Direktur pendiri kelompok, Roy Gottesman, kembali menyoroti masalah ini pada tahun 1989 dalam sebuah konferensi, dan memperingatkan bahwa daur ulang tidak dapat dilakukan tanpa batas waktu, dan tidak menyelesaikan masalah limbah padat.
Mengapa plastik sangat sulit didaur ulang....
Mengapa plastik sangat sulit didaur ulang? Dengan ribuan jenis plastik yang digunakan dalam produk sehari-hari, plastik memerlukan biaya yang mahal untuk dikumpulkan dan disortir. Plastik juga akan terurai setelah hanya satu atau dua kali pemakaian, dan menjadi lebih beracun setiap kali digunakan kembali.
Meskipun mengetahui hal ini, perusahaan minyak dan plastik terus maju dengan kampanye yang mempromosikan daur ulang. Sebagai contoh, perusahaan kerap melabeli produk tertentu dengan symbol ‘recycling’ untuk menunjukkan bahwa kemasan dapat didaur ulang. Hal ini secara massif diperkenalkan ke masyarakat, meskipun VI telah mencatat bahwa sistem ini tidak mungkin berhasil.
Tahun berikutnya, catatan internal dari seorang staf APC mengakui ketidakmungkinan plastik daur ulang bersaing dengan bahan baru.
"Pasokan bahan baku murni akan meningkat tajam dalam waktu dekat dan menendang harga PCR atau bahan daur ulang pasca-konsumen," tulis mereka.
Penipuan publik ini dapat menjadi pelanggaran hukum yang dirancang untuk melindungi konsumen dan masyarakat dari kesalahan perusahaan dan polusi, menurut penulis laporan tersebut.
"Jaksa agung dan pejabat lainnya harus mempertimbangkan dengan cermat bukti bahwa perusahaan-perusahaan ini menipu publik dan mengambil tindakan yang tepat untuk meminta pertanggungjawaban mereka," kata Alyssa Johl, wakil presiden penasihat hukum dan umum CCI.
Kasus ini menambah daftar pengaduan yang terus bertambah terhadap produsen plastik, termasuk investigasi California pada tahun 2022 terhadap peran ExxonMobil dalam krisis polusi plastik, dan New York yang menuntut Pepsi Co pada tahun 2023 atas polusi plastik.
Cara terbaik untuk mengurangi polusi plastik adalah dengan menghindari plastik sekali pakai sepenuhnya. Namun, masih lebih baik mendaur ulang plastik di rumah daripada membuangnya.
Sekitar 9 persen dari sampah plastik tahunan di dunia berhasil didaur ulang, dan dengan banyaknya perusahaan yang berkomitmen untuk menggunakan plastik daur ulang dalam produk mereka, maka hal ini bisa menjadi solusi.