Hamas: Penolakan Israel Akui Negara Palestina Jadi Tantangan Internasional

Pemerintah Israel menyetujui deklarasi penolakan pengakuan sepihak atas Palestina.

AP Photo/Peter Dejong
Riyad Al-Maliki, Menteri Luar Negeri Otoritas Nasional Palestina, tengah, memberikan pernyataan di luar Istana Perdamaian setelah mahkamah tertinggi PBB membuka sidang bersejarah, di Den Haag, Belanda, Senin, 19 Februari 2024. Menteri luar negeri Palestina menuduh Israel melakukan apartheid dan mendesak pengadilan tinggi PBB untuk menyatakan bahwa pendudukan Israel atas tanah yang dicari untuk negara Palestina adalah ilegal.
Rep: Kamran Dikarma Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kelompok Hamas menyoroti sikap Pemerintah Israel yang menolak adanya langkah negara-negara mendorong pembentukan dan memberi pengakuan sepihak pada negara Palestina. Menurut Hamas, hal tersebut menjadi tantangan bagi sistem internasional.

“Keputusan Pemerintah teroris Zionis untuk ‘menolak sepenuhnya’ segala upaya kekuatan asing untuk mendirikan negara Palestina merupakan tantangan bagi komunitas internasional dan menegaskan ketidakpedulian Israel terhadap hukum dan resolusi internasional,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Middle East Monitor, Senin (19/2/2024).

Hamas menyebut Israel mengingkari hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. “(Kami) menyerukan komunitas internasional bekerja untuk mematahkan arogansi dan manipulasi Zionis terhadap hak-hak rakyat kami serta nasib wilayah tersebut, mendukung perjuangan dan perlawanan rakyat kami, dan segera mengakui semua hak-hak mereka,” katanya.

Pada Ahad (18/2/2024), Pemerintah Israel menyetujui deklarasi penolakan pengakuan sepihak atas negara Palestina. Deklarasi itu diadopsi setelah beredar kabar bahwa Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Arab akan mendorong pembentukan negara Palestina.

“Israel dengan tegas menolak diktat internasional seputar penyelesaian permanen dengan Palestina. Penyelesaian, jika tercapai, hanya akan terjadi melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak, tanpa prasyarat,” demikian bunyi keputusan kabinet Israel pada Ahad, dilaporkan Times of Israel.

“Israel akan terus menentang pengakuan sepihak atas negara Palestina,” kata keputusan kabinet Israel seraya menambahkan bahwa pengakuan semacam itu akan menjadi “hadiah teror yang sangat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap Tel Aviv.

Menjelang rapat kabinet pada Ahad kemarin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia akan menyampaikan deklarasi yang menolak tekanan internasional “untuk memaksakan negara Palestina pada Israel secara sepihak”.

Menurut surat kabar Washington Post, AS dan sejumlah negara Arab sedang menyelesaikan rencana perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina. Rencana tersebut mencakup jadwal waktu yang pasti untuk pembentukan negara Palestina. Hal itu disebut dapat diumumkan paling cepat beberapa pekan mendatang.

Pada Sabtu (17/2/2024), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa Israel memiliki peluang besar untuk mencapai perdamaian dengan Palestina. Dia pun menyebut bahwa pembentukan negara Palestina telah menjadi kebutuhan yang mendesak.

Israel mulai menduduki wilayah Tepi Barat dan Yerusalem sejak berakhirnya Perang Arab-Israel tahun 1967. Sejak saat itu, Israel mulai membangun permukiman-permukiman ilegal di kedua wilayah tersebut. Proyek pembangunan dan perluasan permukiman ilegal Israel telah menjadi hambatan terbesar dalam upaya menciptakan perdamaian dengan Palestina.

Sementara itu saat ini Israel dan Hamas masih terlibat pertempuran di Jalur Gaza. Sejauh ini hampir 29 ribu warga Gaza telah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler