Menlu Palestina: Mengakhiri Impunitas Israel adalah Keharusan Moral 

Lebih dari 3,5 juta warga Palestina menjadi sasaran kekerasan rasis.

EPA-EFE/OLIVIER MATTHYS
Para pengunjuk rasa melakukan protes di depan bianglala The View dekat Gedung Pengadilan menuntut penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) tentang Gaza, di Brussels, Belgia, 5 Februari 2024.
Rep: Kamran Dikarma Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina Riyad al-Maliki menjabarkan kekejaman dan kejahatan yang dilakukan Israel ketika memberikan pernyataan lisan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, Senin (19/2/2024). Dia menegaskan, mengakhiri impunitas Israel adalah sebuah keharusan moral, politik, dan hukum.

Baca Juga


“Satu-satunya solusi yang sesuai dengan hukum internasional adalah mengakhiri pendudukan ilegal ini dengan segera, tanpa syarat dan total,” kata al-Maliki dalam sidang dengar pendapat di ICJ tentang konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina, dikutip laman Middle East Monitor.

Dia pun mengangkat perkembangan situasi di Jalur Gaza dan Tepi Barat. “Sebanyak 2,3 juta warga Palestina di Gaza, setengah dari mereka adalah anak-anak, dikepung dan dibom, dibunuh dan menjadi cacat, kelaparan dan kehilangan tempat tinggal,” ujarnya.

“Lebih dari 3,5 juta warga Palestina di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem, menjadi sasaran penjajahan wilayah mereka dan kekerasan rasis yang memungkinkan terjadinya penjajahan. Genosida yang terjadi di Gaza adalah akibat dari impunitas dan kelambanan tindakan selama beberapa dekade. Mengakhiri impunitas Israel adalah sebuah keharusan moral, politik dan hukum,” tambah al-Maliki.

Sementara itu pengacara internasional yang mewakili Palestina, Paul Reichler, menyoroti peta “Timur Tengah Baru” yang dibuat oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dalam peta tersebut, wilayah Palestina menjadi bagian dari Israel. “Tidak dapat disangkal, di bawah payung pendudukan militernya yang berkepanjangan, Israel terus-menerus mencaplok wilayah Palestina yang diduduki dan terus melakukan hal tersebut," ujar Reichler.

Tujuannya, ia melanjutkan, yang tidak terselubung adalah pengambilalihan wilayah ini secara permanen dan pelaksanaan kedaulatan atas wilayah tersebut yang bertentangan dengan larangan pengambilalihan wilayah dengan kekerasan. Reichler mengatakan, para pejabat Israel telah mengakui niat mereka untuk menguasai seluruh wilayah Palestina. “Bagi Israel, tidak ada Palestina,” ucapnya.

Pada Senin lalu, ICJ membuka sidang dengar pendapat tentang status dan konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina. Selama sepekan persidangan, perwakilan 53 negara. Termasuk dari Indonesia, akan menyampaikan pendapat dan pernyataan lisan mereka mengenai isu tersebut.

Sementara Israel dilaporkan tidak mengutus perwakilannya ke persidangan. Namun Tel Aviv dilaporkan sudah mengirimkan observasi tertulis kepada panel hakim ICJ.

Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu Israel akan turut ambil bagian dalam pemberian pernyataan lisan. Cina dan Rusia pun mengutus wakilnya untuk berpartisipasi dalam sidang dengar pendapat tentang status dan konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina di ICJ.

Sementara itu Menlu RI Retno Marsudi diagendakan memberikan pernyataan lisannya di ICJ pada Jumat (23/2/2024). “Menlu RI direncanakan akan menyampaikan pernyataan lisan Indonesia di depan Mahkamah Internasional di Den Haag pada tanggal 23 Februari 2024. Mahkamah Internasional akan mengadakan sidang dengar pendapat mengenai status dan konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina pada 19-26 Februari,” ungkap Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI lewat akun X resminya, Ahad (18/2/2024).

Kemlu RI menambahkan, dengar pendapat tersebut merupakan tindak lanjut dari permintaan advisory opinion Majelis Umum PBB. “Lima puluh tiga negara dan tiga organisasi internasional dijadwalkan untuk menyampaikan pernyataan lisan,” kata Kemlu RI.

Pada 31 Desember 2022, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi untuk meminta pendapat ICJ tentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Resolusi itu didukung 87 negara. Sebanyak 24 negara, termasuk Amerika Serikat (AS), menentang. Sementara 53 negara lainnya memilih abstain.

Dalam resolusi yang diadopsi, Mahkamah Internasional diminta menentukan konsekuensi hukum dari pelanggaran berkelanjutan Israel terhadap rakyat Palestina. Termasuk terkait tindakan Israel yang bertujuan mengubah komposisi demografis, karakter, dan status kota Yerusalem.

Resolusi juga meminta ICJ memberi nasihat tentang bagaimana kebijakan dan praktik tersebut mempengaruhi status hukum pendudukan. Selain itu, ICJ turut diminta menilai konsekuensi hukum apa yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status tersebut.

Sementara itu, sejak 7 Oktober 2023, Israel terlibat perang dengan Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Jalur Gaza. Selama lebih dari empat bulan pertempuran, serangan dan agresi Israel telah membunuh 29 ribu warga Gaza. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler