MER-C: Israel Kembali Duduki Rumah Sakit Al Nasser di Gaza

Israel menuduh RS Al Nasser sebagai tempat penyimpanan senjata.

EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Seorang pria bereaksi saat membawa seorang gadis yang terluka ke Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, 6 Januari 2024, setelah serangan udara Israel di Gaza selatan.
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Sarbini Abdul melaporkan informasi terbaru terkait perang di Gaza yang sudah berlangsung selama 138 hari. Menurut dia, baru-baru ini sebuah rumah sakit terbesar di Gaza Selatan kembali diduduki oleh Israel, yakni Rumah Sakit Al Nasser.

Menurut dia, rumah sakit ini menampung pasien-pasien dari Gaza Utara dan Gaza Tengah sehingga menjadi andalan.  

"Tiga hari yang lalu rumah sakit Al Nasser diduduki Israel, rumah sakkt andalan di Gaza Selatan telah diduduki Israel. Dan rumah sakit ini mendapatkan stigma sama persis yang dilakukan Israel terhadap Rumah Sakit Indonesia," ujar Sarbini saat konferensi pers terkait runtuhnya sistem kesehatan Gaza di Kantor Pusat MER-C, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).

Seperti halnya stigma yang disematkan terhadap RS Indonesia, menurut dia, RS Al Nasser juga dituduh oleh Israel sebagai tempat penyimpanan senjata dan para medisnya dituduh sebagai orang-orang Hamas.

"Rumah sakit andalan itu sekarang kolaps dan jadi markas IDF. Bagi kita ini sangat memprihatinkan, dan bagi Palestina ini sangat mengganggu dan sangat menghancurkan kemanusiaan yang ada di Gaza," ucap Sarbini.

Dia menjelaskan fasilitas kesehatan yang ada di Gaza sendiri saat ini tinggal 10 persen. Di Gaza Selatan sendiri tinggal satu sampai tiga rumah sakit saja. Dengan sedikitnya rumah sakit dan dengan operasional ala kadarnya, maka akan menjadi suatu ledakan kemanusiaan kalau tidak segera diatasi, terutama oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).

Baca Juga


WHO diharapkan bersikap tegas...

"Oleh sebab itu, kita mengharapkan WHO sejak dulu untuk bersikap tegas terhadap Israel. Jadi, seorang Dirjen WHO tidak hanya bisa mengeluh dengan matinya sistem kesehatan di Gaza. Tetapi dia harus melakukan pendekatan terhadap Israel dan Amerika untuk menghentikan kebiadaban terhadap rakyat Gaza saat ini," kata Sarbini.

"Nah, itu kita minta kepada WHO untuk segera mekakukan langkah-langkah yang diplomatis dan tegas, agar tidak menjalar yang namanya musibah kemanusiaan," jelas dia.

Dia menambahkan, Israel sekarang inj sedang fokus melakukan penyerangan ke Gaza Selatan. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi kedepannya. Karena itu, dia pun mendesak kepada Israel untuk tidak menggunakan rumah sakit sebagai markas dan menuduh sembarangan.

"Dan kami meminta kepada Israel agar memfungsikan kembali rumah sakit di Gaza Selatan sampai utara sehingga sekitar 80 ribu korban luka-luka bisa teratasi dengan baik," ujar Sarbini.

Karena di Gaza tengah terjadi krisis kesehatan yang luar biasa, Sarbini pun meminta kepada negara-negara OKI dan juga pemerintah Indonesia melakukan pendekatan-pendekatan politik di forum internasional.

"Kita minta pemerintah Indonesia berkolaborasi dan melakukan pendekatan dengan Mesir agar bisa mendirikan rumah sakit Indonesia lapangan di Rafah. Sehingga, jarak antara korban di Gaza ke lokasi rumah sakit Indonesia bisa tambah dekat," kata Sarbini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler