Penyidik Ungkap Modus Pembentukan Tujuh Perusahaan Boneka dalam Korupsi Timah
Kerugian perekonomian negara kasus korupsi penambangan timah mencapai Rp 271,06 T.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan tujuh perusahaan boneka yang sengaja dibentuk sebagai modus dalam praktik korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2018. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan, tujuh perusahaan boneka tersebut dibentuk dalam persekongkolan jahat antara para pejabat tinggi di PT Timah Tbk, bersama-sama dengan para ‘mafia’ timah di Provinsi Bangka Belitung.
“Tujuh perusahaan boneka tersebut di antaranya, CV BJA, CV RTP, CV BRA, CV BSP, CV SJT, dan CV BPR,” kata Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Perusahaan-perusahaan boneka tersebut kata Kuntadi terafiliasi dengan konsorsium-konsorsium resmi penambangan timah yang melakukan eksplorasi di tujuh wilayah kabupaten dan kota di Bangka Belitung. Dua pejabat tinggi di PT Timah Tbk, dalam pengusutan kasus ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021, dan Emil Emindra (EE) yang dijerat tersangka selaku Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk 2018. Kuntadi menerangkan, dua tersangka penyelenggara negara dari PT Timah Tbk itu, pada 2018 ada bukti menyepakati kerja sama ilegal yang dibalut dengan surat perintah kerja (SPK) palsu kepada PT Rafined Bangka Tin (RBT) untuk mengeksplorasi lahan tambang milik PT Timah Tbk.
Kesepakatan ilegal tersebut, diinisiasi oleh Suparta (SP) selaku Dirut PT RBT, dan Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT RBT yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Dalam pertemuan tersebut, tersangka SP dan tersangka RA dalam kapasitas di perusahaannya, bersama-sama dengan MRPT dan EE selaku Dirut PT Timah Tbk, dan Direktur Keuangan PT Timah Tbk, melakukan pertemuan dalam rangka mengakomodir dan menampung hasil penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk,” kata Kuntadi.
Ada 13 tersangka...
Dari pertemuan tersebut, dibentuk tujuh perusahaan boneka yang melakukan eksplorasi. “Sebagai tindak lanjut dari pembentukan perusahaan-perusahana boneka tersebut, dibuat perjanjian kerja sama yang seolah-olah ada sewa-menyewa peralatan procesing peleburan timah. Dan dibuat pengelabuan seolah-olah ada SPK (surat perintah kerja) dalam kegiatan pemborongan, dan pengangkutan sisa hasil pengolahan mineral timah,” kata Kuntadi.
Dari penambangan timah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk diketahui melakukan pengeluaran uang triliunan rupiah untuk membeli hasil tambang di wilayah IUP miliknya sendiri. Dalam penyidikan berjalan, penyidik Jampidsus-Kejagung sudah menetapkan 13 orang sebagai tersangka.
Selain yang sudah disebutkan tadi, tersangka lainnya, adalah Suwito Gunawan (SG) Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa. MB Gunawan (MBG) tersangka selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa. Hasan Tjhie (HT) tersangka selaku Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP).
Kwang Yung alias Buyung (BY) tersangka selaku mantan komisaris CV VIP. Robert Indarto (RI) tersangka sebagai direktur utama (Dirut) PT SBS. Tamron alias Aon (TN) tersangka sebagai pemilik manfaat atau benefit official ownership CV VIP. Achmad Albani (AA) tersangka selaku manager operational CV VIP.
Semua tersangka tersebut dijerat dengan sangkaan yang sama. Yakni Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Sedangkan satu lagi, yakni Toni Tamsil (TT) merupakan tersangka pertama dalam penyidikan kasus ini.
Namun penetapan TT sebagai tersangka, pada Selasa (30/1/2024) terkait dengan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ), Pasal 21 UU Tipikor.
Pada Senin (19/2/2024) Jampidsus bersama-sama tim ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar), pun merilis besaran kerugian perekonomian negara dalam kasus korupsi penambangan timah PT Timah Tbk ini. Besarnya mencapai Rp 271,06 triliun.
Kerugian ekologis...
Profesor Bambang Hero Suharjo selaku guru besar perindungan hutan, dan lingkungan hidup yang menjadi tim ahli, dalam paparannya menyampaikan, besaran kerugian perekonomian negara tersebut terbagi ke dalam tiga klaster.
Klaster pertama terkait dengan kerugian lingkungan atau ekologis sebesar Rp 183,70 triliun. Klaster kedua dalam kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,47 triliun. Terakhir terkait dengan kerugian dalam kewajiban pemulihan lingkungan senilai Rp 12,15 triliun.
“Sehingga total kerugian negara dari kerusakan lingkungan hidup setotal Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang di Kejagung, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Nilai kerugian negara tersebut, pun diyakini bakal bertambah. Karena kata Kuntadi, melanjutkan, besaran kerugian perekonomian negara akibat kerusakan lingkungan dan ekologi tersebut belum memasukkan angka kerugian keuangan negara.
“Kita (penyidik) juga masih melakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya bersama auditor dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jadi kerugian negara ini (Rp 271 triliun), pasti akan bertambah,” ujar Kuntadi.