Kena Autoimun Seperti Kartika Putri, Bagaimana Cara Agar tak Mudah 'Kambuh'?
Pengidap autoimun perlu bersahabat dengan penyakitnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah mengabarkan tengah berobat di Singapura, aktris Kartika Putri menjelaskan dirinya sudah sekitar lima tahun berjuang dengan autoimun. Lewat serangkaian foto yang diunggah ke Instagram, ia memperlihatkan kondisi wajahnya yang tampak seperti mengalami ruam dan memar, serta lidah dan bibir yang melepuh.
Kartika mengaku sudah dua kali menjalani terapi sel punca (stem cell). Menurutnya, autoimunnya kali ini terpicu oleh alergi obat pereda nyeri.
Sejatinya, penyakit autoimun memang tidak bisa disembuhkan. Namun, pengidapnya bisa mengendalikan kondisi autoimun dengan berdamai dengan kondisinya.
Salah satunya adalah dengan mengendalikan stres. Apa kaitan antara stres dan "kekambuhan" gejala autoimun?
"Karena sekali kita stres, maka tubuh akan merespons dengan jalan memanggil sistem imun kita. Nah sistem imun kita dipanggil, celakanya dia tidak mengenali bahwa sesungguhnya stres itu dibuat oleh diri kita sendiri," kata dr Pande Ketut Kurniari dalam siniar "Bersahabat dengan Autoimun dengan Pola Hidup Sehat, Bisa!" yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Dokter Pande menjelaskan, autoimun adalah kondisi di mana sistem imun menyerang tubuh. Ia mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyakit autoimun. yaitu karakteristik genetik yang dibawa sejak lahir dan faktor yang menyebabkan autoimun tersebut aktif.
Autoimun bisa aktif akibat faktor lingkungan atau infeksi. Stressor atau hal-hal yang membuat seseorang stres, misalnya, makanan dan sinar matahari dapat memicu kekambuhan autoimun.
"Sering kali, pasien itu stres hanya memikirkan, misalkan makanan apa yang boleh, makanan apa yang tidak boleh, olahraga apa yang boleh, olahraga apa yang tidak boleh ya. Sebetulnya dibawa santai saja, sederhana saja," kata dokter dari Rumah Sakit Prof. Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar, Bali ini.
Menurut dr Pande, mengingat autoimun tidak dapat disembuhkan, terminologi atau nama yang dipakai untuk kondisi penanganan tersebut adalah remisi, bukan penyembuhan. Dia mengatakan, untuk mengatasi penyakit autoimun, pengidapnya cukup dengan menjadikan pola hidup sehat sebagai pedoman, misalnya, dengan pola makan sehat yang mengandung karbohidrat, protein, serta mineral.
"Itu sudah sangat baik sekali, nah kecuali pada beberapa autoimun yang memang sudah mengenai organ-organ tertentu, misalkan kena ginjal, yang perlu kita lakukan pembatasan terhadap komponen-komponen tersebut," ujarnya.
Selain itu, dr Pande juga mengingatkan untuk membatasi makanan-makanan yang mengandung tambahan seperti pengawet atau pewarna. Menurutnya, makanan dengan tambahan seperti itu berisiko mengaktifkan autoimun.
Dokter Pande menjelaskan, olahraga teratur juga penting. Sebab, karena banyak pasien penyakit autoimun mengeluhkan rasa lemah dan letih akibat masalah muskuloskeletal. Yang terpenting adalah olahraga yang sesuai dengan kemampuan dan tidak memaksakan diri.
Yang terakhir, lanjut dr Pande, adalah dengan mengendalikan stres. Dia mencontohkan, apabila memiliki 10 pekerjaan kemudian menjadi stres, maka pekerjaan tersebut harus dikurangi, kemudian beristirahat. Setelah dirasa cukup, maka dapat melanjutkan sisa pekerjaannya.
"Oleh sebab itu, pasien autoimun itu harus selalu memahami dirinya sendiri. Sejauh mana saya mampu, batas tubuh kita mampu mengompensasi stresnya, itu sangat penting sekali," katanya.
Menurut dr Pande, dengan melakukan ketiga hal tersebut, 90 persen kondisi autoimun dapat dikendalikan. Selain itu, sesuaikan gaya hidup dengan jenis autoimun yang diidap.
"Nah hal-hal lain itu tergantung dari masing-masing jenis autoimun. Misalkan kalau pasien lupus, hindari berjemur di sinar matahari," kata dr Pande.