Berbulan-bulan Dilanda Boikot, Starbucks Klaim tak Beri Dukungan Finansial untuk Israel

Aksi boikot marak dilakukan sejak Oktober tahun lalu.

Republika/Putra M. Akbar
Warga berjalan di dekat gerai Starbucks di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Ahad (5/11/2023).
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Starbucks Corporation merilis pernyataan resmi terkait sikap perusahaan dan CEO perusahaan, Howard Schultz mengenai konflik di Gaza, Palestina. Starbucks, maupun Schultz menegaskan, tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel maupun Angkatan Darat Israel dengan cara apa pun.

Baca Juga


Pernyataan ini dirilis Starbucks di tengah gelombang boikot yang melanda gerai kopi asal Amerika Serikat tersebut. Aksi boikot marak dilakukan sejak Oktober tahun lalu untuk melawan perusahaan-perusahaan yang dinilai mendukung genosida Israel.

"Rumor bahwa Starbucks atau Howard memberikan dukungan keuangan kepada Pemerintah Israel dan/atau Angkatan Darat Israel adalah tidak tepat. Starbucks adalah perusahaan publik dan oleh karenanya diwajibkan untuk menyampaikan setiap pemberian perusahaan setiap tahun melalui proxy statement," ungkap pernyataan resmi Starbucks, Jumat (23/2/2024).

Starbucks juga membantah pernah mengirimkan keuntungan perusahaan kepada Pemerintah Israel maupun tentara Israel. Mengenai konflik di Gaza, Starbucks menyebut posisinya tidak berubah yakni tetap menjunjung tinggi kemanusiaan. 

"Kami mengutuk kekerasan, hilangnya nyawa orang yang tak berdosa, serta semua ujaran kebencian dan senjata," tulis Starbucks. 

Starbucks juga menjelaskan telah berada di Timur Tengah selama lebih dari 20 tahun. Sekitar 19.000 karyawan green apron di seluruh wilayah melayani jutaan pelanggan setiap harinya.

Starbucks menggandeng bisnis lokal Alshaya Group dan mengoperasikan hampir 2.000 gerai Starbucks di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Di wilayah tersebut, saat ini Starbucks hanya memiliki gerai di Bahrain, Mesir, Yordania, Kuwait, Lebanon, Maroko, Oman, Qatar, Arab Saudi, Turki, dan Uni Emirat Arab.

"Meskipun pernyataan yang tidak benar tersebar melalui media sosial, kami tidak memiliki agenda politik. Kami tidak menggunakan keuntungan kami untuk mendanai operasi pemerintah atau militer di mana pun, dan tidak pernah melakukannya," ungkap Starbucks.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler