Pakar UGM Sebut Pinjol Berpeluang Dongkrak Pertumbuhan UMKM

Pelaku UMKM tidak memaksakan diri dengan mengakses pinjaman di luar kemampuannya.

Freepik
Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat perbankan, keuangan dan investasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) I Wayan Nuka Lantara menilai layanan pinjaman daring atau online (pinjol) legal berpeluang mendukung pertumbuhan UMKM di Tanah Air.

Baca Juga


Wayan saat diskusi terkait teknologi finansial di di Ruang Fortakgama UGM Yogyakarta, Jumat (23/2/2024), mengatakan peluang itu mengingat masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan menembus akses kredit pinjaman di perbankan untuk modal usaha.

"Setiap UMKM pasti ingin 'size'-nya meningkat, salah satu kendala utama mereka biasanya adalah permodalan," kata dia.

Menurut dia, dalam kondisi tersebut pinjol dapat menjadi solusi pinjaman produktif bagi UMKM lantaran tidak membutuhkan persyaratan yang rumit, serta tanpa agunan.

"Selama ini memang upaya pemerintah selalu mendorong mereka agar bisa mengakses ke bank tapi ketika misalnya akses ke bank tidak terbuka maka kemudian pinjol menjadi salah satu solusinya," ujar dia.

Meski demikian, Wayan meminta pelaku usaha kecil atau masyarakat pada umumnya tetap memperhatikan sejumlah hal sebelum memutuskan mengajukan pinjaman salah satunya dengan memastikan lembaga pinjol legal atau terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berikutnya, pelaku usaha perlu mengukur besaran pinjaman dengan disesuaikan kebutuhan serta kemampuan mengangsur sebab bunga pinjol jauh lebih tinggi ketimbang yang dikenakan oleh bank.

"Harus diukur betul karena memang disamping manfaatnya cepat tapi biasanya bunganya relatif lebih tinggi," ujar dia.

Wayan meminta pelaku UMKM tidak memaksakan diri dengan mengakses pinjaman di luar kemampuannya mengangsur atau saat bisnis sedang lesu.

"Meskipun bunga tinggi tapi kan aksesnya cepat dan lebih mudah, hanya saja perlu kehati-hatian, jadi intinya adalah pinjol akan memberikan konsekuensi ke kita," kata dia.

Menurut Wayan, setelah skala bisnis pelaku usaha berkembang serta mengalami peningkatan sehingga dinilai dapat mengakses perbankan biasanya akan meninggalkan layanan pinjol.

"Biasanya mereka karena sudah 'bankable' akan memilih pinjaman di bank, yang satu bunganya lebih rendah, kedua ada pendampingan, dan ketiga reputasi. Karena kalau sudah dapat akses ke bank dia akan lebih mudah cari alternatif lainnya," ujar dia.

Menurut Wayan, kasus gagal bayar sebagian besar terjadi pada pinjaman online untuk tujuan konsumtif. Wayan menyebutkan uang yang berputar lewat pinjol sekitar Rp 20 triliun dimana sekitar 3 sampai 4 persen mengalami gagal bayar alias kredit macet.

"Memang tidak semua lancar, sekitar 3 sampai 4 persen yang macet. Rata-rata peminjam yang mengalami gagal bayar ini berada di rentang usia 19 sampai 34 tahun. Di usia tersebut dianggap belum produktif dan penggunaan uang lebih banyak ke arah konsumtif," ujar dia.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler