Hukum Mengemis dalam Islam Padahal Kondisi Fisik Masih Sehat
Pernahkah Anda menjumpai pengemis yang memiliki kondisi fisik masih sehat?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anda mungkin pernah menjumpai pengemis yang secara fisik sebenarnya mampu bekerja. Mengenai hal ini, pimpinan Ma'had Aly Zawiyah Jakarta, Ustadzah Badrah Uyuni, mengatakan hukumnya meminta-minta adalah haram kecuali dalam keadaan darurat.
“Haram hukumnya meminta-minta kecuali dalam keadaan darurat,” ujar Ustadzah Badrah saat dihubungi Republika.co.id pada pekan lalu.
Ustadzah Badrah kemudian memberikan dalil-dalil mengenai hal tersebut. “Barang siapa meminta-minta, sedang ia mempunyai kecukupan, maka sungguh hanyalah memperbanyak bara api di Jahanam. Para sahabat bertanya: Berapakah jumlah kecukupan yang menyebabkan ia tidak pantas meminta-minta? Rasulullah saw. menjawab: Sekedar untuk dapat makan pagi dan makan sore”. [HR Abu Dawud]
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya” (HR. Muslim no. 1041).
Rasulullah SAW bersabda:
لَأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ، فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ، فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنَ النَّاسِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا، أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ، فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Jika salah seorang di antara kalian pergi di pagi hari lalu mencari kayu bakar yang di panggul di punggungnya (lalu menjualnya), kemudian bersedekah dengan hasilnya dan merasa cukup dari apa yang ada di tangan orang lain, maka itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi ataupun tidak, karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah dengan menafkahi orang yang engkau tanggung” (HR. Bukhari no. 2075, Muslim no. 1042).
Rasulullah SAW bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040 ).
Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i beliau berkata:
قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ؟ قَالَ: «عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَتُطِيعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلَا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا»
“Kami telah berbai’at kepadamu wahai Rasulullah, namun apa saja perjanjian yang wajib kami pegang dalam bai’at ini? Rasulullah bersabda: ‘Wajib bagi kalian untuk menyembah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, mengerjakan shalat lima waktu, taat kepada pemimpin, (lalu beliau melirihkan perkataannya) dan tidak meminta-meminta kepada orang lain sedikit pun‘” (HR. Muslim no. 1043).
Rasulullah SAW bersabda:
إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ
“Sesungguhnya, meminta-minta itu adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa” (HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata: “hasan shahih”)
Dia juga menjelaskan dalam kondisi seperti apa seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta. “Adapun meminta-minta karena kebutuhan untuk dakwah maka tidak mengapa dengan batasan tertentu sebagai ajang syiar.. (dengan maksud pemberian itu sebagai ungkapan rasa syukur),” kata Ustadzah Badrah.
Selain itu, Ustadzah Badrah juga ditanya tentang bagaimana sikap umat Islam kalau ada pengemis yang secara fisik masih kuat bekerja tetapi mengemis atau meminta-minta? Apakah kita harus memberinya uang atau boleh menolak untuk memberi? Bagaimana jika kita sudah memberi tetapi mereka tidak mau karena jumlahnya yang sedikit menurut mereka?
Dia menjawab, setiap apa yang keluar dari diri kita selalu berhusnuzan dan niatkan bahwa rezeki itu tidak tertukar. Dia melanjutkan secara umum kita memberi pengkategorian antara sehat atau tidaknya seseorang. Namun, kata dia, akan lebih baik juga jika kita melihat kondisi diri dan peminta-minta tersebut. Karena setiap orang peminta-minta baik dia masih sehat ataupun tidak ada merupakan takdir Allah tentang rezeki Allah.
“Pembahasannya akan panjang jika sudah terkait ini. Tapi intinya harus dipahamkan dan digerakkan bahwa tangan di tengah lebih baik dari tangan di atas. Perbaikan struktur sosial masyarakat semakin diperhatikan untuk meminimalisir adanya peminta-minta yang bertransformasi bentuk mengikuti perkembangan zaman dan lain-lain” ujar Ustadzah Badrah.