Mantan Mensos Juliari Dicecar Jaksa di Sidang Kasus Bansos, Berkali-kali Mengaku tak Ingat
Juliari bersaksi untuk enam terdakwa kasus dugaan korupsi bansos beras.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menjawab panggilan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menghadiri sidang dugaan korupsi bansos Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos 2020-2021. Juliari berstatus saksi dalam perkara itu.
Juliari bersaksi untuk terdakwa M Kuncoro Wibowo, Richard Cahyanto, Roni Ramdani, Ivo Wongkaren, Budi Susanto dan April Churniawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (6/3/2024).
Juliari berkali-kali mengaku tak ingat ketika menghadapi pertanyaan jaksa KPK. Salah satu yang ditanyakan mengenai rapat penentuan perusahaan penyalur bansos beras pada 25 September 2020. Tapi Juliari mengaku tak ingat secara rinci isi rapat itu.
"Dari keterangan saksi lainnya Pak, ada rapat yang diselenggarakan pada 25 September 2020. Di rapat itu diputuskan dua perusahaan yang melaksanakan penyaluran BSB (bantuan sosial beras). Bapak mengikuti kegiatan tersebut Pak?" tanya jaksa KPK dalam persidangan tersebut.
"Saya tidak ingat rapat tersebut Pak, tapi kalau di daftar hadir ada, pasti saya ada," jawab Juliari.
Jaksa KPK lalu mencecar Juliari mengenai rapat penentuan perusahaan yang bakal mengirimkan bansos beras. Juliari kembali mengklaim tak mengingatnya.
Jaksa KPK lantas menanyakan hasil keputusan dalam rapat itu. Juliari mengatakan rapat tersebut memutuskan perusahaan yang bakal menjadi transporter bansos beras merupakan yang menawarkan harga terendah.
"Rapat tanggal berapa saya terus terang tidak ingat Pak. Tapi intinya dari tim melaporkan bahwa perusahaan yang ditunjuk itu PT BGR dengan satu lagi PT DNR itu adalah perusahaan yang sudah melakukan istilahnya uji petik dan juga dari sisi quotation (pungutan)-nya yang paling murah. Begitu, Pak. Oleh karena itu, di rapat tersebut ya kami secara diskusi akhirnya berkesimpulan bahwa dua perusahaan ini yang paling layak untuk mengeksekusi program tersebut," ujar Juliari.
"Karena paling murah ya?" tanya jaksa KPK mempertegas.
"Iya paling murah," jawab Juliari.
Selain itu, Jaksa KPK menanyakan kemampuan perusahaan penyalur yang dipilih itu. Juliari menyebut timnya telah melakukan kajian pada calon perusahaan transporter BGR.
"Itu menurut penilaian Bapak kalau dari segi kemampuan Pak, fasilitas? Waktu itu dipaparkan enggak oleh Pak Bambang Sugeng atau Pak Edi Suharto?" tanya jaksa KPK.
"Seingat saya, saya enggak bisa recall (mengingat) secara pasti Pak, secara garis besar dipaparkan Pak, karena mereka kan sudah melakukan tim uji petik ke lapangan ke beberapa perusahaan yang mengajukan gitu Pak. Secara garis besar aja Pak, terus terang saya enggak ingat lagi," jawab Juliari.
Tercatat, tiga perusahaan yang diajukan untuk menjadi penyalur bansos beras di Kemensos ketika Juliari menduduki jabatan Mensos tahun 2020-2021 yaitu PT Jalur Nugraha Ekakurir (PT JNE), PT Dos Ni Roha Logistik (PT DNR), dan PT Bhanda Ghara Reksa (PT BGR).
Kasus itu berawal ketika Kemensos menunjuk PT BGR untuk menyalurkan bansos beras bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak pekerjaan ini mencapai Rp 326 miliar. Tapi akibat kecurangan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.
JPU KPK mendakwa Kuncoro Wibowo merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT Bhanda Ghara Reksa dalam penyaluran bansos beras Kementerian Sosial. Kuncoro didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 127 miliar terkait kasus dugaan korupsi penyaluran bansos beras untuk KPM PKH tahun 2020-2021 di Kemensos.
JPU KPK mendakwa tindak pidana itu dilakukan Kuncoro bersama-sama dengan Direktur Komersial PT BGR periode 2018-2021 Budi Susanto dan Vice President Operasional PT BGR periode 2018-2021 April Churniawan. Ada pula Direktur Utama Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren; Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani; dan General Manajer PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP) Richard Cahyanto.
Akibat perbuatannya, Kuncoro didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).