Wamenkes: Indonesia Masuk Lima Besar Tingkat Diabetes Tertinggi di Dunia

Sekitar 19,5 juta penduduk di Indonesia menderita diabetes.

republika
Diabetes (ilustrasi). Sekitar 19,5 juta penduduk di Indonesia menderita diabetes
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengatakan, Indonesia masuk ke dalam lima besar prevalensi diabetes tertinggi di dunia setelah China, India, Pakistan, dan Amerika. Saat ini sudah sekitar 19,5 juta penduduk di Indonesia menderita diabetes dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 28,5 juta penderita diabetes pada 2045 mendatang.

Baca Juga


“Salah satu penyebab adalah konsumsi minuman manis dalam kemasan yang telah terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit tidak menular lainnya,” ucap Dante dalam diseminasi hasil riset cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) oleh Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) di Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Dante mengatakan, hasil studi Global Burden of Disease pada 2019 juga menunjukkan, gaya hidup dan pola makanan buruk, termasuk konsumsi berlebihan MBDK, berkontribusi pada setengah dari faktor risiko penyebab kematian dan disabilitas tertinggi di Indonesia. Penelitian juga menunjukkan angka kematian global akibat konsumsi sugar-sweetened beverage (SSB) mencapai 184.000 dengan 133.000 di antaranya disebabkan oleh diabetes.

“Di Indonesia sendiri data Suskesnas menunjukkan rumah tangga diperkirakan mengeluarkan Rp 90 triliun untuk MBDK pada tahun 2022. Tumbuh sekitar 9 persen dari estimasi nilai belanja nasional MBDK di tahun 2017,” terang Dante.

Dante menyebutkan, melihat kontribusi dan peningkatan beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular, dan mempertimbangkan beban biaya kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit yang terkait konsumsi MBDK, langkah serius perlu dilakukan. Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan cukai MBDK menjadi salah satu strategi yang dia sebut efektif dalam mengurangi risiko penyakit tidak menular dan beban biaya kesehatan.

“Melalui diseminasi studi ini, saya terus mengharapkan komitmen kita bersama dalam mendukung penerapan kebijakan cukai MBDK 2024 agar bisa segera ditindaklanjuti. Dengan komitmen dari berbagai sektor dan mitra, menurunkan konsumsi MBDK diharapkan dapat membawa perubahan positif pada kesehatan masyarakat dalam jangka panjang,” kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler