Menlu: China Konsisten Dukung PBB dan Multipolarisme

China adalah negara pertama yang menandatangani Piagam PBB.

EPA-EFE/ANDRES MARTINEZ CASARES
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi.
Red: Didi Purwadi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menyebut China konsisten mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yi juga menyebut China memiliki komitmen untuk mendukung sikap multipolarisme dalam hubungan internasional.


''China adalah negara pertama yang menandatangani Piagam PBB, anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menyumbang pasukan penjaga perdamaian terbanyak sekaligus dan kontributor terbesar kedua untuk Majelis Umum PBB," kata Menlu Wang Yi dalam konferensi pers soal "Kebijakan Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri China" di Beijing, China, Kamis (7/3/2024).

China, menurut Wang Yi, selalu percaya bahwa hanya ada satu sistem di dunia, yaitu sistem internasional dengan PBB sebagai intinya. Lebih lanjut, Wang Yi mengatakan hanya ada satu tatanan, yaitu tatanan internasional yang berdasarkan hukum internasional serta ada satu perangkat aturan, yaitu norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional berdasarkan tujuan dan prinsip Piagam PBB.

Serangkaian krisis dan tantangan dalam beberapa tahun terakhir, mengingatkan masyarakat internasional bahwa peran PBB hanya bisa diperkuat, bukan dilemahkan. Dia pun menegaskan posisi PBB harus dipertahankan, bukan digantikan.

Menlu Wang Yi mengatakan China siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan perbaikan PBB berdasarkan supremasi hukum internasional dengan didukung prinsip keadilan dan kerja sama yang saling menguntungkan. ''Membimbing, mempraktikkan multilateralisme sejati dan terus memajukan demokratisasi dan supremasi hukum dalam hubungan internasional," tambah Wang Yi.

Ia pun menyebut sejumlah tindakan aktif China di PBB seperti mempromosikan Inisiatif Pembangunan Global (GDI) untuk mendukung Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB 2030. Dan, China mendukung kerja sama internasional PBB mengenai perubahan iklim dan mencapai pengurangan emisi karbon tertinggi di dunia dalam waktu tersingkat dalam sejarah.

''Sejak didirikan lebih dari 70 tahun yang lalu, PBB telah melalui berbagai pasang surut dan dampak politik kekuasaan. Namun PBB masih menjadi organisasi internasional antarpemerintah yang paling universal, representatif dan berwibawa saat ini sekaligus platform penting bagi negara-negara kecil dan sedang untuk berpartisipasi dalam isu internasional secara setara," ungkap Wang Yi.

China menilai PBB menjadi wujud multipolarisasi dalam hubungan internasional yang dapat memberikan kesetaraan hak, kesempatan, dan aturan bagi semua negara. "Tidak mungkin lagi membiarkan beberapa atau sejumlah kecil negara besar memonopoli urusan internasional, tidak boleh lagi memecah belah negara berdasarkan posisi yang kuat," tambah Wang Yi.

Sebelumnya Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, sempat menyebut terjadi peningkatan fragmentasi ekonomi global berdasarkan geopolitik karena meningkatnya pembatasan keamanan nasional. Yaitu ketika negara-negara cenderung memilih blok terpisah yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan China.

Dalam proyeksi terakhirnya, IMF menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya pada kisaran 3 persen karena perang dagang maupun politisasi isu perdagangan. Fragmentasi tersebut oleh IMF disebut dapat mengurangi PDB global sebesar 7 persen atau kira-kira setara dengan output tahunan Prancis dan Jerman digabungkan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler