Islam Jawa: Keraton Masa Mangku Negara I: Ada Penerjemahan Alquran, Dzikir dan Kenduri, Hingga Shala
Kehidupan keagamaan Islam keraton di Jawa masa Mangkunegara I
Kehidupan keagamaan di keraton Mangkunegaraan pada masa awal dinasti ini berkuasa (masa Mangkunegara I: 1792-1726) ternyata menjadi bagian yang cukup besar dan menonjol yang harus dicatat. Mendiang Prof Ann Kumar pada penelitiannya mengenai ‘Prajurit Perempuan Jawa’ -Kesaksian Ihwal Istana dan Politik Jawa Akhir Abad 18 menceritakan hal itu.
Kumar menyatakan mesikpun sibuk dengan begitu banyak kegiatan-kegiatan lain, Mangkunegara masih sempat menyalin Qur’an. Anak sepupunya yang nanti naik tahta menjadi Pakubuwana IV pernah meminta dan menerima salah satu Salinan ini.
Selain itu Mangkunegara juga menyalin kitab Turutan dan Tasbeh. Mangkunegara juga menjadi pelindung masjid-masjid dan para kaum.
Yang paling mengesankan adalah ketaatannya Mangkunegara dalam ibadat, tata cara ibadah umat Islam. Dia mengajar orang-orangnya melakukan shalat dengan tata cara yang benar. Dan ternyara seluruh kerangka buku harian pola mingguan jumungahan, ibadah sholat Jumat.
Menurut Kumar, penulis buku harian ini menghitung berapa kali Raja Mangkunegara telah menghadiri jumungahan pada masa yang tercakup dalam buku harian tersebut, yaitu sebanyak 388 kali keseluruhannya selama lebih dari 10 setengah tahun Jawa.
Penggambarannya akan jumungahan selalu mengandung catatan-catatan tertentu, seperti berapa kali Mangkunegara menghadiri shalat Jumat sejak buku harian mulai ditulis.
Ia juga mencatat betapa banyak orang yang datang ke masjid, serta orang atau-orang yang menerima slametan (sedekah) setelah sholat Jum’at (tentu saja hal ini tidak berlaku di bulan puasa, di mana makan bersama ditiadakan dan sebagai gantinya dibagikan dalam bentuk amal),
Shalat Jum’at juga kadang-kadang dijalankan dengan upacara yang lebih rumit.Mangkunegara dan abak buahnya sering melewatkan malam sebelumnya dengan mendengarlan santri membaca Alquran atau dengan berdizkir bersama-sama, selaon menikmayi hiburan-hiburan yang lebih sekuler.
Beriku ini diterjemahkan dua gambaran jumungahan: yang satu sederhana dan yang satu lebih meriah.
Gambaran shalat Jumungahan yang meriah:
Malih shalat jumungah (dia shalat jum’at lagi)
Wus satus tigang dasa ngabekti (beribadah untuk yang ke seratus tiga puluh)
Sanga in punjulipun (sembilan kalinya)
Ing kliwon jumungah (pada Jumat kliwon)
Ing robiyulakir pitu tanggalipun (pada hari ketujuh bulan Rabiul Akhir)
Tumpeng tigang dasa sanga ( ada tumpeng sebanyak tiga puluh sembilan)
Ujude ingkang kanduri (dan tujuan dari slametan)
Slamete panran dipatya (adalah kesejahteraan Pangeran Dipati)
Slamete putu wayahnya sami selamat sabalanipun (selamatnya cucu dan dan keturunannya serta bala tentaranya)
Wong shalat gangsal belah punjul siji (orang yang datang shalat mencapai lima ratus satu)
Gambaran jumungahan yang sederhana
Sontenipun malam jumungah ing dalu (waktu sore hingga malam sebelum hari Jumat)
Melek malih ingkang bala kang sepuh pangran pati (begadanglah pasukan Pangeran Dipati tua)
Angger mugeng plataran jemparing dalu sami den tohi (yang mengelilingi halaman istana sembari bertaruh dalam lomba memanah)
samya dzikir wadya kaum (sementara prajurit kaum berdzikir bersama)
sindenan dan gamelan (ada nyanyian dan gamelan)
gongsa kendhang papanganan (bunyi gong dan kendang serta ada jamuan)
tengah dalu (tengah malam)
wonten ingkang tatayungan (yang lain menari tayungan)
enjinge shalat malih (pada pagi harnyai, mereka shalat lagi)
wus ping kalih atus shalat ( itu adalah yang ke dua ratus shalat)
punjul ping salawe prah ngabekti (lebih dari dua puluh lima kali ibadah dilaksanakan)
kaliwon jumungahan (pada Jumat kliwon)
besar tanggal sewelas (hari kesebelas bulan Besar)
salawe prah tumpeng ing sedekahipun (Ada dua pulh lima tumpeng sebagai sedekah)
ulam sapi lir kureban (dan daging sapi sebagai kurban)
salamet pangeran Pati (untuk kesejahteraan Pangeran Dipati)