Nasihat Salman Al Farisi ke Abu Darda yang Dibenarkan Rasulullah SAW
Salman menasihati Abu Darda tentang keseimbangan hidup.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: part
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 67
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined index: serial
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 82
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: search
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 2070
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Abu Darda adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling akhir memeluk Islam. Dahulu, ia adalah seorang pedagang yang sukses, namun haus akan ilmu agama, Abu Darda tidak segan-segan meninggalkan tokonya demi menghadiri majelis-majelis.
Maski paling akhir memeluk Islam, Abu Darda adalah sahabat yang paling mengerti tentang dinullah (agama Allah) dan hafal Alquran. Di masa khalifah Umar bin Khatab, Abu Darda diangkat menjadi Hakim di Damaskus, Suriah.
Sedangkan Salman Al Farisi adalah sahabat Nabi yang sangat terkenal dengan ide briliannya dalam perang Khandaq yakni dengan membuat parit.
Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Abu Al Darda', dari suku Khazraj yang bernama lengkap Abu Al Darda' 'Uwaimir bin Zaid bin Qais.
Dikutip dari Teladan Indah Rasulullah dalam Ibadah: 1000 Kisah Penuntun Sholat, Puasa, Zakat, dan Haji oleh Ahmad Rofia Usmani, suatu ketika, Salman ingin berkunjung ke rumah saudaranya, Abu Darda. Namun oleh istrinya, dijawab bahwa Abu Al-Darda belum pulang. Begitu dipersilakan masuk ke dalam rumah, Salman melihat istri saudaranya tersebut berpakaian lusuh. Melihat hal itu, Salman pun bertanya kepada Khairah, istri Abu Al Darda', "Umm Al Darda', mengapa engkau seperti ini?'
"Saudaramu, Abu Al Darda', kini tak lagi memerlukan dunia," jawab Umm Al Darda' dengan suara pelan.
Ketika Abu Al Darda' datang, makanan pun dihidangkan kepada Salman Al Farisi. Abu Al Darda' kemudian berkata kepada saudaranya yang lahir di Isfahan, Iran, itu, "Saudaraku, silakan nikmati makanan ini sendiri. Aku sedang berpuasa sunnah."
"Saudaraku," jawab Salman, "Aku tak akan makan selama engkau tak makan bersamaku!"
Abu Al Darda pun makan untuk menghormati tamunya.
Ketika malam datang dan kemudian semakin kelam, Abu Al Darda' bangun untuk melaksanakan sholat Tahajud. Melihat hal itu, Salman pun berkata kepadanya, “Saudaraku! Tidurlah!"
Abu Al Darda pun menuruti permintaan saudaranya yang kelak menjadi Gubernur Mada'in (Ctesiphon) itu. Kemudian, ketika malam semakin larut, Abu Al Darda' bangun lagi untuk melaksanakan sholat Tahajud. Melihat saudaranya yang memeluk Islam pada tahun terjadinya Perang Badar tersebut hendak melaksanakan sholat Tahajud, Salman sekali lagi mencegahnya dan memintanya tidur. Permintaan itu dipenuhi Abu Al Darda untuk menghormati tamunya.
Ketika malam hampir tiba di akhir perjalanannya, Salman Al Farisi bangun dan berkata kepada Abu Al Darda', "Sekarang, mari kita sholat Tahajud berjamaah!"
Baca juga: Bawah Masjid Al Aqsa Penuh Terowongan, Mitos Kuil Sulaiman dan Sapi Merah yang tak Muncul
Mereka berdua lantas melaksanakan sholat Tahajud berjamaah. Selepas sholat, Salman kemudian berkata kepada Abu Al Darda', "Saudaraku! Tuhanmu punya hak yang harus engkau penuhi. Istrimu juga punya hak yang harus engkau penuhi. Karena itu, penuhilah hak masing-masing secara seimbang!"
Merasa kurang yakin dengan masukan Salman Al Farisi, keesokan harinya Abu Al Darda menemui Rasulullah SAW dan menuturkan hal itu. Mendengar keluhan Abu Al Darda' tersebut, beliau berkata, "Abu Al Darda, Salman memang benar.”