Dua dari Tujuh Anggota PPLN Kuala Lumpur Ajukan Eksepsi Dakwaan Jaksa
Kuasa hukum mennilai surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dua dari tujuh orang anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur yang didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang disampaikan jaksa. Dua terdakwa tersebut adalah Aprijon selaku terdakwa empat dan Masduki Khamdan Muchamad selaku terdakwa tujuh.
Melalui kuasa hukumnya, mereka akan membacakan nota keberatan pada Kamis (14/3/2024). "Yang mau mengajukan eksepsi terdakwa empat dan terdakwa tujuh," kata Hakim Ketua Buyung Dwikora pada akhir sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Hakim Buyung mengingatkan para pihak bahwa perkara tersebut merupakan pidana pemilu sehingga waktu untuk mengadili dan memutus perkara hanya selama tujuh hari. "Waktunya sangat singkat maka yang mengajukan eksepsi besok, ya," ujar Buyung.
Kuasa hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, mengatakan pihaknya akan mengajukan eksepsi karena merasa surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil.
"Saya berkesimpulan harus mengajukan eksepsi karena di sini tidak jelas ini tempat alamat tinggal terdakwanya tidak disebut di sini di mana. Yang kedua, kami harus mengajukan eksepsi ini, perkara ini dilimpahkan pada 8 Maret 2024, sementara surat dakwaan ini 10 Maret 2024. Kami menganggap ini tidak memenuhi syarat formil," tuturnya.
Pleno diwarnai perdebatan...
Dalam perkara ini, tujuh orang anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia. "Bahwa terdakwa telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan, atau yang turut serta melakukan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.
Ketujuh orang terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Kemudian, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Mulanya dalam menyusun daftar pemilih luar negeri di Kuala Lumpur, para terdakwa selaku anggota PPLN setempat menerima Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari KPU RI sejumlah 493.856 pemilih untuk dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit).
Dari DP4 tersebut, daftar pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) hanya sebanyak 64.148 orang. Kemudian pada 5 April 2023 dilakukan rapat pleno penetapan DPS.
Rapat pleno tersebut diwarnai perdebatan. Perwakilan partai politik komplain karena daftar pemilih yang tercoklit hanya sedikit dari jumlah keseluruhan DP4.
Terjadi kebuntuan...
PPLN Kuala Lumpur kemudian memutuskan data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS, dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS), ditambah dengan yang dicoklit, sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS adalah 491.152 orang pemilih. "Hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverifikasi,” ujar jaksa.
Selanjutnya, PPLN Kuala Lumpur melakukan perbaikan data DPS untuk direkapitulasi menjadi DPSHP. Namun, perbaikan hanya didasarkan pada masukan dari partai politik yang tidak berdasarkan data yang valid. Dalam rapat pleno terbuka pada 12 Mei 2023, jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP adalah 442.526 orang, dengan rincian metode TPS sebanyak 438.665 orang, KSK 525 orang, dan Pos sebanyak 3.336 orang.
Berikutnya, pada 21 Juni 2023, dilakukan rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai politik, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu), dan perwakilan Kedutaan Besar RI.
Dalam rapat tersebut, perwakilan Partai Nasdem, Perindo, Demokrat, dan Gerindra meminta penambahan 50 persen untuk komposisi Pos, 20 persen atau maksimal 30 persen untuk TPS, dan sisanya KSK. Namun, rapat diskors karena terjadi kebuntuan.
Saat rapat diskors, perwakilan partai politik tersebut melobi para terdakwa, kecuali terdakwa Masduki, untuk meminta agar metode KSK ditambah 30 persen.
Dari hasil rapat, diputuskan bahwa komposisi DPT KSK menjadi 67.945 orang dari semula 525 orang, DPT Pos menjadi 156.367 orang dari semula 3.336 orang, sementara TPS LN menjadi 222.945 orang. Sehingga DPT Tingkat PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 orang.
Atas perbuatannya, tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur tersebut didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.